VIVAnews – Aroma hio di Yayasan Dharma Mulia di Jalan DR Soepomo, Cilacap, Jawa Tengah, sudah menyengat hidung sejak di halaman kantor. Di ruang kantor, banyak sekali kain putih yang biasa dipakai membalut jenazah. Ada dupa, ada alat-alat pemakaman lainnya.
Tempat ini cukup terkenal di Cilacap. Berada dekat persawahan, lokasinya tidak terlalu jauh dari Nusakambangan. Itulah sebabnya, pengurus Lembaga Pemasyarakatan di Nusakambangan sering memesan peti mati di Dharma Mulia.
Yayasan ini sering menjadi patokan. Bila ada ada peti mati dipesan dari tempat itu, berarti kemungkinan besar ada warga Nusakambangan meninggal.
Begitu juga sejak Kejaksaan Agung mengumumkan eksekusi mati terpidana bom Bali I, Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra. Ramailah orang melirik ke Dharma Mulia, apakah Nusakambangan sudah memesan tiga peti mati.
“Tidak ada,” kata pengurus Dharma Mulia, Tati. Siang itu Tati bersama tiga pengurus yayasan lain. Tati menjelaskan, sesungguhnya dia tak tahu apakah pemesanan peti mati itu ada atau tidak.
Alasannya, pemesanan peti biasanya tidak dilakukan langsung. “Tapi, melalui pihak ketiga, seperti rumah sakit,” katanya. Jadi, mereka tinggal mengirim alat-alat pemakaman ke rumah sakit.
Pengurus yayasan lain, Nyo Beng Seng mengatakan, beberapa hari lalu yayasan ini memang menerima pesanan peti mati dari Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap. Peti itu, katanya, diantar ke Nusakambangan. Tapi, Nyo Beng Seng tidak tahu peti itu untuk siapa.
Di Cilacap ada dua tempat terkenal yang biasa menyediakan peti mati. Satu lagi di Jalan Yos Sudarso. Letaknya sekitar 200 meter dari dermaga penyeberangan utama ke Nusakambangan, Pelabuhan Wijayapura.
Tapi, kata pengurusnya, Jono, dalam beberapa hari terakhir, tempat ini belum menerima pesanan peti mati atau alat pemakaman lain dari rumah sakit.
