Pengusaha Perlu 'Nafas', BI Rate Harus Turun

VIVAnews - Tuntutan agar Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya kian kencang. Kalangan pengusaha tidak bisa lagi menolerir sikap BI yang melawan arus.

Penurunan BI rate dimungkinkan saat ini karena inflasi mulai menjinak. Sepanjang Oktober kemarin, inflasi nasional tercatat 0,45 persen, jauh di bawah angka September yang sebesar 0,97 persen.

Selama ini bank sentral hanya memberikan sinyal akan melandaikan suku bunga. Tetapi bagi pengusaha tidak cukup hanya sinyal saja. Mereka perlu tindakan nyata. "BI harus ikuti tren dunia," tegas Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia Bambang Soesatyo kepada VIVAnews, Rabu 5 November 2008.

Sejumlah bank sentral di dunia telah memangkas suku bunga acuannya. The Fed, misalnya, menetapkan suku bunga acuan sebesar 1 persen setelah menurunkan suku bunganya dua kali berturut-turut dalam satu bulan. Demikian pula dengan Bank of Japan yang menurunkan suku bunga dari 0,5 persen menjadi 0,3 persen. Yang terbaru bank sentral Australia yang menurunkan suku bunga hingga 0,75 basis poin, jauh dibawah prediksi semula yang hanya 0,50 basis poin.

"Kita mempertanyakan ilmu apa yang dipakai BI, sehingga melawan arus. Kalau yang dipakai alasan laju inflasi, sekarang inflasi sudah turun," kata Bambang.

Investor yang juga diharapkan bisa bertahan dengan suku bunga tinggi, saat ini tetap saja memilih keluar dari Indonesia. Tidak aneh, kata Bambang, jika kalangan pengusaha mempertanyakan integritas dan kebijakan BI yang cenderung tidak pro bisnis itu.

Pengusaha setidaknya berharap BI bisa menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,50 basis poin menjadi 9 persen agar pengusaha bisa bernafas. "Memang ada faktor lain, tak semata suku bunga. Tapi kalau bisa turun sebesar itu tentu sangat membentu sektor riil," kata Bambang sambil menambahkan idealnya BI rate sebesar 8,5 persen. Namun level 9 persen dianggapnya sudah cukup bagus.

Kalau rapat Dewan Gubernur BI yang akan digelar 6 November 2008 tetap bersikeras tidak menurunkan suku bunga, ia menilai tidak hanya pengusaha yang kelimpungan tapi juga perbankan nasional. Ia memperkirakan akan terjadi banyak gagal bayar akibat tingginya kredit bermasalah, seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor. Kalangan kelas menengah ke bawah yang memiliki dua jenis kredit ini akan sangat terpukul.

"Ini bisa jadi gagal bayar ke depan yang akan membuat perbankan limbung," katanya, sehingga tidak ada pilihan lain selain penurunan suku bunga. Bambang juga meminta pemerintah memberikan jaminan 100 persen pada nasabah agar nasabah tidak lari ke Singapura atau Malaysia yang memberikan jaminan 100 persen.

Sejarah Tercipta Thomas Cup dan Uber Cup, Sempat Tertunda Gegara Perang Dunia II
Pepaya

Heboh Aksi Pedagang Buang Puluhan Ton Buah Pepaya, Ternyata Ini Penyebabnya

Buah pepaya yang dibuang oleh pedagang ini diduga dalam kondisi masih layak untuk dikonsumsi dan ada juga yang sudah busuk, sehingga menumpuk diakses jalan depan los buah

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024