Korupsi Dephub

Terdakwa Dedy Suwarsono Menyesal

VIVAnews - Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan kapal patroli, Dedy Suwarsono, mengaku terpaksa memberikan fee sebesar delapan persen kepada Legislator komisi perhubungan Bulyan Royan. "Saya terpaksa memberikan meskipun menyalahi aturan," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta (7/11).
 
Menurut Dedy, ia melakukan komitmen tidak tertulis itu karena sudah tiga tahun tidak mendapat tender. "Tujuan saya hanya supaya bisa membayar gaji karyawan," ujar dia dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Teguh Hariyanto.
 
Selain itu, Dedy mengaku baru pertama kali mengikuti tender di Departemen Perhubungan. Menurut Dedy, nama Bulyan disebut dapat merekomendasikan pemenang tender. "Saya hanya mengikuti," kata dia.
 
Dedy adalah Direktur PT Bina Mina Karya Perkasa yang menjadi salah satu pemenang dalam tender itu. Ia diduga memberikan uang kepada anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat Bulyan Royan guna mengatur agar perusahaan milik terdakwa menjadi rekanan dalam proyek tersebut. Menurut Jaksa, Dedy telah memberikan uang sejumlah Rp 1,68 miliar dalam beberapa tahap.
 
Penyerahan pertama dilakukan pada Agustus 2007. "Diserahkan di Starbuck," kata dia. Penyerahan berlanjut pada September dan Oktober 2007. "Masing-masing Rp 50 juta dan Rp 100 juta," jelas Dedy.
 
Dedy juga mengaku mengirimkan Rp 1,430 miliar ke rekening Bulyan. Nomor rekening itu diberikan Bulyan kepada rekanan pada pertemuan di Hotel Borobudur tanggal 24 Juni 2008. Rekening tersebut atas nama PT Tetra Dua Sisi, sebuah perusahaan penukaran mata uang asing.
 
Uang itu merupakan nilai tujuh persen dari pagu anggaran senilai Rp 300 miliar. "Memang sebelumnya pak Bulyan meminta delapan persen, namun ia kemudian setuju untuk menurunkan permintaan itu," jelas Dedy.
 
Atas hal ini Dedy mengaku menyesal. "Saya menyesal," kata dia.
 
Kasus ini bermula ketika Departemen Perhubungan akan membuat proyek pengadaan 20 unit kapal patroli di Direktorat Jenderal Departemen Perhubungan. Dalam persidangan terungkap, Bulyan meminta agar para pengusaha menyetorkan delapan persen dari nilai proyek senilai Rp 300 miliar.
 
Proyek kemudian dibagi menjadi beberapa paket. Setiap paketnya, Bulyan juga meminta Rp 250 juta kepada pengusaha. Hal tersebut disampaikan Bulyan dalam pertemuan di Hotel Crown. Pertemuan tersebut dihadiri oleh beberapa rekan dan pengusaha yaitu Chandra (PT Sarana Fiberindo Marina, Kresna Santosa (PT Pruskoneo Kadarusman) dan Dwi Aningsih (PT Fibrite Fibreglass).
 
Pejabat Departemen Perhubungan yaitu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Operasional Parlindungan Malau dan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Djoni Algamar pun turut ikut dalam pertemuan itu.
 
Pada Mei 2008, panitia pengadaan menetapkan PT Bina Mina Karya Perkasa sebagai pemenang. Sesuai kesepakatan, kata Agus, terdakwa menyerahkan uang sejumlah Rp 7,5 juta dan US$ 2 ribu kepada Tansean Malau dan sebesar Rp 5 juta kepada Djoni Algamar. Uang itu diduga sebagai imbalan untuk mengatur perusahaan milik terdakwa menjadi rekanan proyek itu.
 
Kemudian, kata Agus, terdakwa menerima telepon dari Bulyan. "Meminta agar segera mentransfer uang senilai Rp 1,43 miliar ke rekening PT Tetra Dua Sisi di Bank BCA. Bulyan, Agus melanjutkan, menukarkan uang tersebut dengan mata uang US dolar (US$ 80 ribu dan US$66 ribu) dan Euro (5,5 ribu Euro).

Saudi Arabia Permits All Types of Visas to Perform Umrah
Sosok mayat bayi baru lahir ditemukan mengambang di Kali Kanal Banjir Barat, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus) oleh petugas saat sedang menjaring sampah di kali.

Kasus Temuan Mayat Bayi Tanah Abang, Polisi Tangkap Orang Tua

Sosok mayat bayi baru lahir ditemukan mengambang di Kali Kanal Banjir Barat, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus).

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024