Di Balik Renovasi Gedung DPR Rp 33 Miliar

VIVAnews - Tulisan 'TIDAK DIRENOVASI' tertempel di pintu bernomor 1026 Gedung Nusantara I. Tulisan hasil cetak dari komputer itu tertera di atas kertas ukuran HVS. Di pintu sebelahnya yang bernomor 1028 juga terdapat tempelan kertas putih. Kalau yang ini bertuliskan 'Ruangan Ini Tidak Direnovasi'.

Itulah bentuk penolakan dua politisi Golkar, Ferry Mursyidan Baldan dan Aziz Syamsuddin, terhadap renovasi Gedung Nusantara I yang dilakukan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. Ferry dan Aziz menolak ruangannya direnovasi karena justru semakin mempersempit ruang kerja mereka, bertolak belakang dengan penjelasan Sekretaris Jenderal DPR, Nining Indra Saleh, yang mengungkapkan renovasi untuk menampung staf ahli yang nantinya dibagi untuk setiap anggota Dewan.

Persoalannya, desain ruang kerja anggota dewan yang ada sekarang tidak dirancang untuk menampung penambahan staf.  Karena itu, renovasi menggeser sekat dalam ruang kerja anggota, agar 1 staf lagi bisa muat dimasukkan ke dalam ruangan. Itulah kesepakatan Badan Urusan Rumah Tangga DPR dengan Sekretariat pada 17 Juli 2008, yang mengamanatkan optimalisasi anggaran DPR guna menunjang kinerja staf ahli – yang sudah direkrut dan diangkat sejak Mei 2008 namun hingga kini masih berkeliaran tak jelas karena tidak memiliki tempat khusus. Meski hanya menggeser sekat, dana renovasinya tak tanggung-tanggung: Rp 33 miliar.

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nursanita Nasution, angkat bicara soal renovasi itu. Menurut dosen jurusan ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, renovasi untuk menyesuaikan penambahan 10 anggota baru DPR mulai periode 2009 mendatang (dari semula 550 anggota menjadi 560 anggota) serta penambahan satu staf ahli untuk satu anggota dewan.  Sebelumnya, tiap anggota DPR hanya memiliki 1 asisten pribadi.  Dengan adanya penambahan 1 staf lagi, maka mereka akan mempunyai 2 staf.  Pendapat Nursanita sesuai dengan penjelasan Nining. “Jika tenaga ahli ditambah, maka kinerja anggota dewan akan lebih komprehensif.  Tiap anggota dewan di Filipina saja memiliki 5 staf ahli,” jelas Nining dalam konferensi persnya Jumat, 14 November 2008 lalu.

Penambahan staf ahli mutlak diperlukan sebagai support system (sarana pendukung) bagi anggota dewan.  Tidak semua anggota dewan mempunyai tingkat pendidikan formal yang tinggi.  “Bayangkan bila seorang petani dari suatu desa menjadi anggota DPR.  Dia punya ide bagus untuk menyejahterakan rakyatnya, tapi tidak bisa implementasi teknisnya. Maka dia butuh staf ahli untuk merealisasikan gagasannya,” ujar Nursanita saat ditemui VIVAnews di ruang kerjanya, nomor 617 lantai 6 Gedung Nusantara I DPR.  Lebih lanjut Nursanita menjelaskan, anggota dewan yang bergelar doktor sekalipun akan tetap memerlukan bantuan staf ahli karena banyak sekali pekerjaan legislasi yang harus diselesaikan.  Konsekuensinya, staf ahli tersebut harus punya tempat untuk bekerja.

Nadrah Izahari, anggota BURT dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menegaskan staf ahli harus mempunyai tempat kerja dan tidak boleh diletakkan jauh dari anggota dewan.  “Diskusi antara anggota dewan, asisten, staf ahli, dan mitra kerja, seringkali berjalan lebih baik dan efektif apabila dilakukan secara face to face (berhadap-hadapan),” tutur Nadrah kepada VIVAnews.  Selain itu menurut Nadrah, jarak kerja yang jauh antara anggota dewan dan staf ahli juga akan membuat biaya komunikasi tinggi, sehingga ujung-ujungnya justru terjadi pemborosan anggaran.

Meski setuju dengan renovasi, namun Nursanita mengkritik keras waktu pelaksanaan renovasi serta anggaran renovasi yang mengambil dari anggaran DPR tahun 2008.  “Mestinya renovasi memakai anggaran 2009 nanti, bukan anggaran 2008 ini.  Sistem anggaran yang boros ini harus dibenahi,” tandas deklarator Partai Keadilan tahun 1998 ini.

Saran Nursanita agar renovasi dimasukkan ke anggaran 2009 adalah karena renovasi tersebut lebih tepat dilakukan guna mempersiapkan ruangan bagi anggota DPR hasil Pemilu April 2009.  Dengan demikian, kesannya bukan seperti anggota DPR saat ini mencoba untuk menyejahterakan diri mereka, namun justru memperjuangkan anggaran bagi penerus mereka di periode mendatang.

Persoalan anggaran memang sangat sensitif bagi rakyat.  Sebagai catatan, dalam Rincian Kegiatan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR RI Tahun Anggaran 2008 yang dikeluarkan oleh Setjen DPR pada Januari 2008, biaya yang disediakan guna perawatan gedung kantor disebutkan sejumlah Rp 26.189.040.000, dengan detail: belanja honor tidak tetap seperti honor panitia pengadaan dan pemeriksa barang/jasa sebesar Rp 93 juta, belanja biaya pemeliharaan gedung dan bangunan seperti pengerjaan pengecatan sebesar Rp 6,3 miliar serta belanja modal gedung dan bangunan untuk perawatan Gedung Nusantara I-IV, Gedung Setjen, Gedung Mekanik, Pool Kendaraan, dan Sarana Komplek sebesar Rp 19,7 miliar

Di luar Rp 26 miliar itu, masih ada biaya pengadaan mebel seperti penyediaan meja, kursi, lemari, rak, dll sebesar Rp 1,2 miliar dan biaya pengadaan alat pengolah data sebesar Rp 5 miliar.  Dengan demikian, total biaya renovasi berjumlah sekitar Rp 33 milyar – yang semuanya itu masuk sebagai bagian dari program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara sebagaimana  tercatat dalam anggaran DPR tahun 2008.

Pemenang tender untuk dua macam pekerjaan itu, berdasarkan keterangan Sekjen DPR, yaitu PT Pembangunan Perumahan yang bertanggung jawab untuk renovasi gedung sebesar Rp 25,6 milyar, serta PT Cahaya Sakti Investindo Sukses yang bertanggung jawab untuk pengadaan furnitur sejumlah Rp 6,9 milyar.  Ada 8 kontraktor yang mengikuti tender renovasi gedung, dan 6 perusahaan yang mengikuti tender pengadaan furnitur.

“Tender segala macam itu pemenangnya sudah diketahui sebelumnya, modelnya nggak jelas,” tukas Nursanita.  Menurutnya, seringkali sebelum tender dimulai, sudah di-setting lebih dulu siapa pemenangnya, dan siapa-siapa saja yang mendapat komisi.  “Kalau perlu KPK awasi DPR,” ujar Nursanita lagi.  Karena itu, ibu dari 7 anak tersebut beranggapan akan baik sekali bila proyek renovasi Gedung DPR bisa dihentikan dan ditunda dulu sampai masuk periode anggaran mendatang.

Pada kesempatan terpisah, pengamat politik Bachtiar Effendy mengkritik keras renovasi Gedung DPR tersebut. Biaya perawatan gedung sebesar 26 milyar itulah yang digunakan untuk merenovasi ruang kerja anggota di Gedung

Nusantara I terlalu besar mengingat inti dari renovasi tersebut sekadar menggeser sekat (bukan merobohkan dan membangun dinding) dalam ruang anggota untuk memberi tempat bagi 1 staf tambahan. "Apa tidak ada yang lebih urgen ketimbang merenovasi ruang kerja anggota DPR yang memakan biaya besar?  Coba didata hal-hal mana saja yang harus diprioritaskan dan mana yang tidak!” tukas Bachtiar seusai suatu acara diskusi di Warung Daun, Pakubuwono, Sabtu, 15 November 2008 lalu.

Jangankan orang luar DPR, anggota Dewan saja tidak tahu berapa besar anggaran rumah tangga mereka. Meski Nursanita duduk dalam Badan Urusan Rumah Tangga, bukan berarti mantan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam ini mengetahui detail teknis renovasi Gedung DPR yang kini berjalan.  “Apa itu, kok ada pengadaan AC segala?” ujarnya balik bertanya saat VIVAnews mengkonfrontasi detail anggaran.

Ferry Mursyidan Baldan juga heran dengan renovasi yang ternyata juga dikabarkan akan mengganti karpet, wallpaper, serta sofa dalam ruangan anggota dewan.  “Kemarin saya sempat melihat karpet yang baru di basement, biasa saja kok, standar.  Karpet ruangan saya juga masih bagus, sofa masih empuk, wallpaper tidak tergores-gores,” ujar Ferry. Itulah alasan Ferry menolak renovasi.

Menurut Nursanita, seharusnya detail anggaran diberitahukan kepada anggota dewan.  Namun kenyataannya, BURT yang bertugas menyusun anggaran pun tidak tahu secara spesifik.  BURT hanya tahu yang bersifat umum seperti yang tercantum dalam Daftar Isian Pagu Anggaran DPR.  Persoalannya lagi, anggota DPR juga tidak mungkin mengurusi hal-hal teknis terkait proyek sampai sedemikian jauh karena dikhawatirkan rawan konflik kepentingan.  “Sistem anggaran yang seperti ini tidak benar dan membuat anggota DPR tidak berdaya.  Seharusnya DPR memiliki lembaga khusus semacam budget house seperti di negara lain,” tutur Nursanita.

Wakil Ketua RUU Susduk itu menjelaskan, BURT adalah pembantu pimpinan DPR, sementara Setjen adalah pelaksana.  BURT bertugas menyusun anggaran, sedangkan Setjenlah yang mengetahui secara teknis ke pihak mana sajakah uang yang sudah dianggarkan tersebut mengalir.  Bagaimanapun, kendali tetap ada di tangan pimpinan, dan tidak mungkin suatu proyek – termasuk renovasi gedung – dapat terlaksana tanpa sepengetahuan pimpinan.  Nursanita kembali menegaskan, “Posisi BURT ialah sebagai pembantu pimpinan.  Bila BURT tidak tahu detail anggaran, berarti pimpinan DPR yang harus tanggung jawab.  Pak Agung yang seharusnya dicecar!”  Lebih lanjut, Nursanita yang satu daerah pemlihan dengan Agung Laksono tersebut mengatakan, pimpinan DPR sendiri justru tidak pernah hadir dalam rapat-rapat BURT.

Akui Kemenangan Prabowo-Gibran, Habib Bahar: Saya Ambil Hikmahnya PDIP Nyungsep
Mohamed Salah, Duel Liverpool vs West Ham United

Prediksi Pertandingan Premier League: West Ham United vs Liverpool

Duel West Ham United vs Liverpool dalam lanjutan Premier League matchday ke 35 di London Stadium, Sabtu 27 April 2024, pukul 18.30 WIB. Berikut prediksinya.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024