Kasus Tanker Pertamina

ICW: Kejaksaan Jangan Asal Terbitkan SP3

VIVAnews -Kejaksaan Agung tetap berkeyakinan bahwa penyidikan dalam kasus penjualan dua kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik PT Pertamina tak bisa diteruskan.

"Ibaratnya, dalam kasus ini mayatnya ga ada. Hanya ada pisau saja. Artinya, kerugian negara tidak ada. Kalau tidak ada kerugian ya tidak bisa," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, Selasa 25 November 2008. Menurutnya, komponen kerugian negara itu justru inti dari dugaan korupsi penjualan dua unit kapal itu.

Kejaksaan, kata dia, tidak mau gagal pembuktian dugaan korupsi di pengadilan. "Kalau tidak ada bukti, Kejaksaan bisa dihujat," jelasnya.

Selain itu, Jasman menjelaskan kejaksaan tidak pernah meminta dukungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendukung rekomendasi penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus VLCC itu. " Memang ada diatur dalam undang-undang, KPK harus hadir sebagai undangan supervisi," jelasnya.

Terkait rencana gugatan Laksamana Sukardi yang sudah ditetapkan sebai tersangka dalam kasus itu, Jasman hanya menjawab singkat,"Apa yg mau digugat." Menurutnya, kejaksaan sudah melakukan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.

Sementara itu, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengatakan Kejaksaan seharusnya tidak sembarangan menerbitkan dalam SP3. Bagaiamanapun juga, SP3 itu merupakan indikasi kredibilitas kejaksaan dalam mengusut satu kasus.

"Dalam kasus VLCC ini, Kejaksaan sudah menetapkan tersangka. Menurut saya, penetapan tersangka merupakan langkah  maju dimana penyidik sudah memiliki bukti kuat keterlibatan seseorang dalam kasus itu," jelasnya. Penerbitan tersangka dalam kasus itu sama saja langkah mundur .

Emerson juga mengatakan kebiasaan Kejaksaan menerbitkan SP3 harus diminimalisir agar menciptakan kepercayaan publik yang semakin turun pasca beberapa kasus suap yang melibatkan aparatnya. "Saya kira sebaiknya, Kejaksaan mengundang auditor independen untuk mengaudit kasus VLCC sebagai second opinion. Kasusn ini cukup menyita perhatian masyarakat," tambah Emerson.

Kasus penjualan dua kapal VLCC semula diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2004. Namun, Kejagung kemudian mengambil alih kasus tersebut pada Juni 2007 karena telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Dengan demikian,  menurut Wakil KPK Bidang Penindakan saat itu, Tumpak Hatorangan, penyidikan hanya boleh dilakukan satu instansi dan penentuannya dilakukan saat SPDP telah keluar.

PT Pertamina, saat dipimpin Baihaki Hakim, memesan dua unit VLCC dari Hyundai Heavy Industries di Ulsan Korea Selatan seharga US$65 juta per unit. Namun, dengan alasan kesulitan likuiditas, direksi baru Pertamina di bawah pimpinan Arifin Nawawi melepas dua kapal itu seharga US$184 juta pada April 2004.

Pada Maret 2005, Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan Pertamina melanggar sejumlah pasal dalam UU  Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat dalam kasus penjualan dua unit VLCC itu.

Pengamat Sebut Hak Angket Berpotensi Layu Sebelum Berkembang, Ini Alasannya
Megawati Soekarnoputri bersama Ganjar Pranowo dan Mahfud MD

Megawati Masih Rutin Bertemu Ganjar-Mahfud Usai Pilpres 2024, Bahas Apa?

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri masih rutin bertemu dengan pasangan capres-cawapres nomor urut t

img_title
VIVA.co.id
11 April 2024