Masyarakat NTT Tetap Tolak UU Pornografi

VIVAnews-Pengesahan Undang-undang Pornografi dinilai sebagai bentuk gerakan disintehrasi bangsa yang dilakukan DPR RI, dimana aspirasi masyarakat yang menolak UU tersebut diabaikan demi kepentingan kelompok mayoritas.

Ketua Sinode Gereja Nasehi Injili di Timor (GMIT) Pendeta Eben Nuban Timo menuding DPR RI sebagai biang kerok gerakan disintegrasi bangsa.

"Pemicu gerakan separatis di Jakarta. Dari rumah konstitusi sendiri. Negara seharusnya menjamin hak setiap warganegara dan bukan hanya mengutamakan kepentingan yang mayoritas," kata Nuban Timo di Kupang, Selasa, 4 Oktober 2008.

Menurutnya, GMIT bersama Gereja Katolik dan gereja denomonasi lainnya di NTT, secara tegas menolak pemberlakuan UU Pornografi, dengan alasan tidak mencerminkan kebhinekaan dan terkesan dipaksakan untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu.

"Ada kesan bahwa berbagai persoalan bangsa disebabkan karena pornografi, seolah-olah rakyat Indonesia saat ini seperti binatang," ujarnya.

Undang-undang tersebut, selain bertentangan dengan kebudayaan masyarakat NTT, juga menghambat masyarakat yang kreatif melestarikan kebudayaan daerah, dimana ada banyak sanggar tarian yang mengandalkan gerakan tangan, kaki dan gerakan tubuh.

Ada begitu banyak desainer pakaian yang akan mengalami kesulitan mengekspresikan hasil karyanya karena dianggap pornografi."Kehadiran UU Pornogari dengan sendirinya mematikan hasil kreasi anak bangsa," katanya.

Nuban Timo menambahkan, gereja dan beberapa lembaga lainnya akan mencari keadilan dari negara dengan cara mengajukan yudicial review ke Mahkama Konstitusi dengan harapan UU tersebut dibatalkan demi sebuah keadilan.

Sementara Ketua Komidi A DPRD NTT, Cyrilus Bau Engo, mengatakan, secara kelembagaan, DPRD selaku representasi rakyat menyatakan menolak pemberlakuan UU Pornografi yang cenderung mematikan pelestarian budaya lokal maupun pariwisata daerah.

"Pimpinan dewan masih melakukankajian, apakah melakukan gugatan hukum dengan mengajukan yudicialreview atau meminta masyarakat menolak pemberlakuan UU di wilayah NTT," ujarnya.

Menurut Cyrilus, substansi UU Pornografi tumpang tindih karena mengatur  masalah moral yang semestinya menjadi urusan pribadi manusia dengan agama dan budayanya.

"Di Pulau Sabu, setiap ada pertemuan harus diawali dengan ciuman, baik antara laki-laki maupun perempuan. Masyakarat setempat menjadikan kebiasaan itu sebagai bagian takterpisahkan dari kehidupan mereka. Di Timor, setiap ada pertemuan keluarga ditandai dengan saling peluk dan cium. Apakah kebiasaan ini termasuk aksi pornografi?" kata Cyrilus.

Penolakan terhadap UU Pornografi juga dilakukan  Forum Masyarakat NTT. Kordinator forum, David Natun, dalam siaran persnya mengatakan, secara hukum subtansi UU tidak jelas, kabur dan terkesan tumpang tindih dengan  undang-undang Perlindungan Perempuan, Cyber Crime, Perlindungan Anak, KUHP, Hak Cipta, Lembaga Sensor dan produk hukumlainnya. 

Laporan: Jemris Fointuna/Kupang

Prediksi Pertandingan Liga 1: Persib Bandung vs Borneo FC
Ilustrasi game changer.

Proyek Ini jadi 'Game Changer'

Game changer merupakan istilah yang mengacu pada perubahan atau inovasi yang mendasar dalam industri atau pasar yang mengubah dinamika yang ada dan ciptakan standar baru.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024