VIVAnews - Disahkannya Undang-Undang Mineral Batu Bara membuat industri pertambangan nasional lebih kompetitif dengan industri pertambangan negara lain.
Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) M Najib mengatakan, pemerintah memerlukan undang-undang yang lebih baik bagi pertambangan. "Adanya globalisasi mengharuskan pemerintah membuat aturan yang lebih kompetitif," ujar Najib kepada VIVAnews melalui sambungan telepon di Jakarta, Rabu 17 Desember 2008.
Dia mengatakan, dengan disahkannya undang-undang ini, ada keseimbangan antara hak rakyat dengan hak pengusaha. Seperti dalam Pasal 169 ayat a, yang mengatur tentang perjanjian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) akan tetap dilanjutkan bagi pengusaha yang sudah menandatangi perjanjian tersebut sebelum UU Mineral Batu Bara disahkan. "Jangan salah, di ayat lain ada aturan perusahaan tambang harus menyesuaikan dalam waktu satu tahun," ujar Najib.
Ia menilai tidak ada perlakuan diskriminatif atas pasal itu. Pasal ini, kata Najib, membuat pemerintah mengharuskan pembatalan atas Kontrak Karya dan Perjanjian Karya. "Mereka (pengusaha tambang) tetap harus menyesuaikan, meskipun kontraknya tidak direvisi," kata dia.
Sedangkan mengenai Pasal 91 yang membolehkan perusahaan tambang bisa menggunakan fasilitas publik, Najib mengatakan tidak menjadi masalah. "Ini justru ada penyatuan antara perusahaan dan masyarakat," katanya. "Yang penting penerimaan negara bertambah." Keresahan ini terjadi setelah sebagian jalanan di Sulawesi rusak, setelah dilewati oleh perusahaan-perusahaan tambang.
Kemarin, dalam Rapat Paripurna DPR pengesahan UU Mineral Batu Bara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan Pasal 169 justru untuk menghormati kontrak yang sudah ada. "Namun isi kontrak akan disesuaikan terutama dari sisi penerimaan negara," kata Purnomo.