Pemerintah Dinilai Sengaja Tarik Ulur
VIVAnews - Pemerintah dinilai sengaja menarik ulur pembahasan Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer. Padahal, materi yang alot dibahas itu merupakan hal yang menjadi prinsip dasar dari sebuah peradilan untuk militer.
Penilaian itu disampaikan Koordinator Riset Hak Asasi Manusia Imparsial, Bhatara Ibnu Reza, dalam diskusi "Pansus Peradilan Militer Jangan Terjebak Permainan Militer," di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat, 19 Desember 2008.
"Kami melihat, bagaimanapun juga Kepolisian negara RI merupakan aktor utama pada sistem peradilan pidana dalam penyelidikan tindak pidana umum, Bukan polisi militer," ujar Bhatara. Bhatara menilai, hal tersebut merupakan prinsip dasar dari peradilan militer.
Sehingga, lanjut Bhatara, dengan menempatkan Polisi Militer dalam sistem peradilan pidana menjadikan Polisi Militer seakan-akan memiliki yurisdiksi dalam peradilan umum. "Dan berakhir pada kekacauan penerapan hukum acara pidana," kritik Bhatara. Sedangkan Wakil Koordinator Kontras, Indriya Farida, menilai peradilan militer bisa menjadi imunitas bagi TNI, "Untuk memberikan akses pada korban," ujar Indriya.
Ketua Panitia Khusus Peradilan Militer Dewan Perakilan Rakyat, Andreas Parera, menilai, dari sudut pandang reformasi TNI pemerintah sepertinya masih setengah hati dan ragu-ragu utuk memutuskan secara tegas. "Jadi, ketegasan yang dimaksud itu apakah TNI yang melanggar hukum militer diadili di peradilan militer? Tapi kalau mereka melakukan tindak pidana umum apakah diadili di peradilan umum sesuai KUHAP," ujar Andreas Parera.
Maka itu, Imparsial, Kontras dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi mendesak Panitia Khusus Peradilan Militer, untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Perubahan terhadap UU No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.