Yang Muda yang Mendunia

Sang Juara dari Rimba

VIVAnews – JAUH di pedalaman rimba Kalimantan terpendam sebuah permata tinju yang mulai bersinar di ajang dunia. Dia lah Daud “Cino” Yordan, petinju asal Sasana Kayong Utara Boxing Camp, di Kayong Utara—sebuah kota kecil yang baru bisa dicapai setelah seharian bermobil dari Pontianak, Kalimantan Barat.

Cino memang belum menyandang gelar juara dunia seperti Chris John. Namun, prestasinya tak kalah mengkilap. Dia lah petinju Indonesia pertama yang berhasil mencatatkan kemenangan pertama di ring tinju profesional Las Vegas, Amerika Serikat.

Las Vegas adalah surga bagi petinju bayaran. Kota judi ini lama telah menyulap olahraga adu jotos menjadi pertunjukan yang glamor dan bergelimang uang. Dari sini lah kita mengenal nama-nama raksasa di pentas tinju dunia: “Si Leher Beton” Mike Tyson, “Golden Boy” Oscar de La Hoya, atau Manny “Pacman” Pacquiao.
 
Tak cuma itu, talenta Cino menarik perhatian Golden Boy Promotion (GBP), yang lalu mengontraknya selama lima tahun. GBP bukan promotor tinju kelas teri. Ini lembaga milik Oscar de La Hoya, legenda hidup tinju pro asal AS yang pernah menyabet enam gelar juara dunia di kelas berbeda.

Sejarah pun ditorehkan.

Cino tercatat sebagai petinju “Merah-Putih” pertama yang dikontrak jangka panjang oleh promotor kaliber dunia. Petinju Indonesia lain hanya pernah dikontrak untuk sekali pertandingan saja di AS.

Kemenangan pertama di Las Vegas itu dibukukan Cino pada pertarungan perdananya di bawah bendera GBP. Berlaga di ring bergengsi MGM Grand Arena, Las Vegas, 13 September 2008 lalu, Cino menjajal petinju asal Meksiko, Antonio Meza. Usia Cino yang baru 21 tahun terpaut lima tahun lebih muda dari lawannya.

Meza bukan petinju kelas kucing. Dia adalah mantan juara dunia kelas bantam-super versi badan tinju World Boxing Council (WBC) Amerika Latin. Rekornya pun cukup menggigilkan: bertanding 24 kali ia mencatat 17 kali menang (16 diantaranya dengan KO), 5 kali kalah, dan dua kali seri. Pada pertarungan delapan ronde itu, Cino dinyatakan menang angka mutlak.

Menurut catatan VIVAnews, Cino adalah petinju Indonesia keempat yang berlaga di Negeri Paman Sam. Yang membedakan dia, tiga pendahulunya—Ellyas Pical, Adrian Kaspari, dan Anis Roga—pulang dengan bertekuk lutut.

”Sebuah kehormatan dan pengalaman yang tak terlupakan. Semua tahu Las Vegas adalah surga bagi petinju profesional,” kata Cino kepada VIVAnews, “Saya bangga bisa menang di sana.”

Mantan petinju nasional Syamsul Anwar Harahap memuji penampilan Cino di atas ring. ”Dia bagus dalam memukul dan bertahan. Ini gaya bertinju yang disukai dan ingin ditonton banyak orang,” kata Syamsul.

Rekor Cino di atas ring sejauh ini amat mengesankan. Naik ring 23 kali, dia tak pernah sekalipun keok. Sudah begitu, 17 kemenangan dia catat dengan mengkanvaskan lawannya.



Jalan Cino ke ring tinju profesional penuh liku. Ia merangkak dari bawah sebagai petinju kadet di tahun 1996, sebelum kemudian masuk dunia tinju amatir. Setelah itu, dia sempat beberapa kali masuk pelatnas, mulai dari SEA Games hingga pra-Olimpiade. Mujur belum menghampirinya ketika itu. Tak sekali pun dia lolos seleksi.

Di era amatir ini lah, julukan “Cino” dia dapatkan dari mantan pelatihnya asal Kuba, Carlos Jesus Renate Tores. Ini merujuk pada kata “Chino” yang dalam bahasa Spanyol berarti Cina. Daud Yordan memang separuh peranakan Cina. Ayahnya seorang Tionghoa, Hermanus Lay Tjun, sementara ibunya seorang Dayak, Nathalia.

Cino banting stir ke arena profesional di akhir 2005 dan berlaga di Gelar Tinju Profesional Indosiar (GTPI). Diasuh promotor nasional Daniel Bahari nama Cino pun mulai berkibar.
 
Kiprahnya mulai jadi buah bibir ketika ia berhasil merebut gelar juara WBO (World Boxing Organization) Asia Pacific Youth setelah memukul jatuh petinju Filipina, Reman Salim, di ronde kedelapan pada Juni 2007. Ini merupakan sabuk juara regional Asia Pasifik versi WBO untuk petinju berusia di bawah 23 tahun. Masih di tahun yang sama dia diganjar penghargaan dari Presiden WBO sebagai petinju muda yang belum pernah sekalipun kalah.

Prestasi ini melampaui capaian petinju ternama lain yang pernah dimiliki Indonesia. Cino merebut gelar internasional pertamanya itu, yakni juara WBO Asia Pacific Youth, saat masih berusia 20 tahun. Langkah ini lebih maju dibanding juara dunia kelas bulu versi WBA, Chris John, yang baru menyabet gelar internasional pertamanya di umur 22 tahun.
 
Elly Pical juga kalah cepat. Mantan juara dunia kelas terbang super versi badan tinju IBF itu baru meraih gelar internasional pertamanya (OPBF yang kemudian berganti nama jadi PABA) saat berusia 24.  



Bagi Cino—anak keluarga petani kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat, 10 Juni 1987—tinju bukan sekadar olahraga. Adu jotos adalah jalan baginya untuk meningkatkan harkat keluarga. ”Saya lahir di keluarga miskin, ayah dan ibu saya petani,” kata Cino, “Saya ingin mengubah nasib lewat tinju.”

Cino merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Dua kakaknya juga petinju, yakni Damianus Yordan dan Petrus Yordan. Belakangan, sang adik Yohanes Yordan juga mengikuti jejaknya.

Saat tidak sedang bertanding, Cino memilih menghabiskan waktu di kampung halamannya, Kayong Utara. Di sini ia dilatih kakak kandungnya, Damianus Yordan, di Sasana Kayong Utara Boxing Camp.

Pengagum jagoan tinju Meksiko, Erik Morales, ini biasa berlatih amat keras. Dua sesi tiap hari, pagi dan sore, rutin dilahapnya. Tiap pagi buta dia berlari sejauh lima kilometer menyusuri hutan di sekitar kediamannya. Karena ini lah Oscar de La Hoya lalu menjulukinya Champion from the Jungle, si Juara dari Rimba.

Selain bertinju, anak muda ini memang punya kegemaran bak Tarzan: menyelam sembari berburu ikan bersama teman-teman sekampungnya. ”Di sini tak banyak hiburan,” ungkapnya.



Berburu ikan rupanya tak memuaskan mimpinya. Kepada VIVAnews, Cino mengaku sedang mengintai “the Dragon”--nama julukan buat Chris John. Cino menyatakan sudah tak sabar menjajal ketangguhan Chris John yang sama-sama berada di kelas bulu. Meski belum punya jam terbang setinggi Chris, dia optimistis bakal mampu memberi perlawanan di atas ring.  

”Merebut gelar juara dunia sudah jadi impian saya,” kata Cino, “Kalau ada kesempatan untuk bertemu Chris John, itu anugerah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.”

Mengakui kehebatan dan potensi petinju dari hutan ini, Chris John mengaku tak gentar. ”Sejauh bayarannya memadai, manajemen kami tak akan keberatan,” kata Chris, “Tapi menurut saya, akan lebih baik bila Cino mengambil gelar juara dunia dari jalur lain saja.”

Heboh Dugaan TPPO, Begini Pengakuan Mahasiswa Unnes saat Ikuti Ferienjob di Jerman
Pemain Chelsea rayakan gol Raheem Sterling

Chelsea Proteksi Raheem Sterling dari Hinaan Fans

Pelatih Chelsea, Mauricio Pochettino coba memproteksi Raheem Sterling. Pemain asal Inggris itu menjadi sasaran ejekan suporter saat tampil di Piala FA lawan Leicester.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024