Kasus Kapal Tanker

Ruki: Bukan DPR yang Tentukan Tersangka

VIVAnews - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrrachman Ruki, menyoroti penyidikan kasus dugaan korupsi penjualan dua unit kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) yang dilakukan Kejaksaan Agung.

Menurutnya, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat banyak berperan dalam penanganan kasus ini. "Padahal yang menetapkan tersangka itu adalah peyidik bukan DPR," kata Ruki usai menghadiri ulang tahun KPK ke-5 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 30 Desember 2008.

Kasus tanker ini sebelumnya ditangani KPK era Ruki. Panitia Khusus kasus Tanker Pertamina DPR mendesak agar KPK dan Kejaksaan Agung menaikkan status pengusutan dari penyelidikan ke penyidikan dengan menetapkan mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi.

Namun, pengusutan di KPK tidak berkembang. Justru kejaksaan yang langsung menaikkan status pemeriksaan menjadi penyidikan.

Ruki menjelaskan, saat itu komisi menyerahkan sepenuhnya kepada kejaksaan untuk menangani kasus tersebut. "Ketika (kejaksaan) sudah menetapkan tersangka, saya tidak mau menangani kasus itu, biar kejaksaan," jelasnya.

Ruki kembali menegaskan, bahwa setiap penanganan kasus korupsi oleh lembaga antikorupsi seharusnya tidak dicampur dengan putusan politis. "Walau DPR isinya pengacara dan profesor, tapi harus dibedakan urusan hukum dan politik. Sekarang kalian lihat sendiri hasilnya," ujarnya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Marwan Effendy, menyatakan kejaksaan belum menghentikan penyidikan kasus kapal tanker. Rekomendasi tim jaksa perkara kasus VLCC masih ada di mejanya.\

Ketidakjelasan nasib kasus VLCC membuat nasib ketiga tersangkanya, yakni mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, mantan Direktur Utama PT Pertamina Ariffi Nawawi, dan mantan Direktur Keuangan Pertamina Alfred H Rohimone, terkatung-katung.

Kasus penjualan dua kapal VLCC semula diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2004. Namun, Kejagung kemudian mengambil alih kasus tersebut pada Juni 2007 karena telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Dengan demikian,  menurut Wakil KPK Bidang Penindakan saat itu, Tumpak Hatorangan, penyidikan hanya boleh dilakukan satu instansi dan penentuannya dilakukan saat SPDP telah keluar.

PT Pertamina, saat dipimpin Baihaki Hakim, memesan dua unit VLCC dari Hyundai Heavy Industries di Ulsan Korea Selatan seharga US$65 juta per unit. Namun, dengan alasan kesulitan likuiditas, direksi baru Pertamina di bawah pimpinan Arifin Nawawi melepas dua kapal itu seharga US$184 juta pada April 2004.

Pada Maret 2005, Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan Pertamina melanggar sejumlah pasal dalam UU  Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat dalam kasus penjualan dua unit VLCC itu.

MIC Kembali Hadir Meriahkan Hari KI Sedunia Ke-24 Tahun 2024
wawancara Ketum PSSI, Erick Thohir dengan Aljazeera

Erick Thohir Beberkan 'Kunci Sukses' Timnas Indonesia ke Media Asing

Ketua Umum (Ketum) PSSI, Erick Thohir membeberkan kunci keberhasilan Timnas Indonesia tampil impresif dalam melakoni sejumlah laga di Piala Asia U-23 2024 Qatar.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024