Hadar Nafis Gumay

Pencontrengan Pemilu

VIVAnews - Akhir-akhir ini polemik mengenai pencontrengan kartu suara sebanyak dua kali, menarik diikuti. Pencontrengan dua kali atau lebih, sebenarnya merupakan hal yang normal. Apalagi sistem proporsional memang memberi ruang kepada pemilih yang ingin memberi tanda di gambar partai politik.

Terlebih lagi, masyarakat masih banyak beranggapan bahwa mekanisme pemilu tahun ini tetap mencontreng di dua tempat --calon legislatif dan partai-- seperti pada Pemilu 2004. Masyarakat yang berasumsi seperti ini masih cukup tinggi. Angkanya lebih dari 60 persen berdasarkan survei Indo Barometer.
 
Masalahnya, kebiasaan mencontreng dua kali ini merupakan ancaman serius bagi Pemilu 2009. Sebab peraturan baru menjadikan kebiasaan ini sesuatu yang mencederai surat suara dan karenanya tidak sah.   Padahal, kualitas pemilu justru ditentukan dari banyak tidaknya suara sah. 

Oleh karena itu, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) yang mengatur mekanisme pengesahan contreng dua kali, sangat dibutuhkan.  Sayangnya, perdebatan soal Perpu ini terlalu panjang. Padahal aturan itu sangat diperlukan.
 
                                   

Pemilu, tanggal 9 April 2009, akan menggunakan sistem proporsional seperti diatur Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum. 

Dalam sistem proporsional ini, ada dua mekanisme penghitungan untuk menentukan akan dikemanakan suara pemilih. Pertama, penghitungan perolehan kursi partai politik. Dan, kedua, penghitungan penetapan calon legislatif (caleg) terpilih.
 
Penghitungan perolehan kursi partai bertujuan untuk menentukan apakah suatu partai lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) atau tidak.  Seperti disyaratkan UU Pemilu, suatu partai dinyatakan lolos apabila memperoleh minimal 2,5 persen suara sah nasional dalam pemilu.
 
Perolehan kursi parpol ini didapat dari, pertama, pemilih yang mencontreng gambar partai saja. Dan, kedua, pemilih yang mencontreng nama caleg saja.  Pemilih yang mencontreng caleg saja, artinya  juga memilih partai si caleg.  Jadi, antara pilihan partai dan caleg tidak bisa dipisahkan.
 
Sementara, pemilih yang mencontreng partai saja -- tanpa mencontreng caleg -- juga harus diberi ruang dalam sistem proporsional.  Bila pemilih hanya mencontreng partai, artinya dia tidak mampu memilih secara langsung wakilnya yang akan duduk di parlemen. Untuk itu mereka memberi kepercayaan kepada  partai yang ia pilih untuk menentukan siapa caleg dari partai tersebut yang layak mewakilinya di parlemen. 

Jadi, bagi pemilih yang mencontreng partai saja, suaranya digunakan untuk menghitung total perolehan kursi partai.

                                    

Untuk penghitungan penetapan calon terpilih, hanya dilakukan pada partai yang mendapatkan kursi di parlemen. Maka, penghitungan penetapan caleg terpilih dilakukan setelah penghitungan perolehan kursi parpol selesai. Nanti, dari persebaran suara di antara para caleg, akan dilihat mana caleg yang mendapatkan suara terbanyak.
 
Sistem suara terbanyak yang diputuskan Mahkamah Konstitusi ini, sedikit mengkhawatirkan dilihat dari konsekuensi saat menghitung suara. Sebab, artinya, unit-unit yang harus dihitung di tempat pemungutan suara, akan semakin banyak. Sementara kalau akurasi tidak tepat, maka ruang bagi money politics akan semakin tinggi.
 
Lemahnya akurasi perhitungan juga dapat memicu konflik atau sengketa pasca Pemilu.  Hal ini berkaitan dengan mekanisme suara terbanyak yang digunakan dalam pemilihan legislatif.  Beda satu suara saja pada perhitungan, maka akan mempengaruhi kemenangan atau kekalahan caleg.
 
Pertanyaannya sekarang, apakah lembaga yang menangani sengketa pemilu sudah siap?  Terutama pengadilan dan Mahkamah Konstitusi.  Kalau dari sekarang Mahkamah Konstitusi tidak membangun sistem yang baik untuk menangani sengketa pemilu, maka akan ada kesulitan lebih lanjut meski pemilu sudah berakhir.
 
Disarikan dari penyampaian Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform dalam Dialog Kenegaraan 'Potensi Kerawanan Pemilu 2009 secara Teknis dan Administratif' di gedung Dewan Perwakilan Daerah, Senayan, Jakarta, Rabu, 14 Januari 2009.

Terpopuler: Indonesia U-23 Fenomenal, Ernando Ari Kepikiran Arkhan Fikri
Pimpinan Ponpes Tajul Alawiyyin, Habib Bahar bin Smith

Top Trending: Habib Bahar Akui Kemenangan Prabowo Gibran hingga Seorang Ulama Kritik Nabi Muhammad

Artikel top trending pertama yakni mengenai Akui Kemenangan Prabowo-Gibran, Habib Bahar: Saya Ambil Hikmahnya PDIP Nyungsep tengah disorot oleh para pembaca

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024