Korupsi Hambat Pertumbuhan Ekonomi 2009

VIVAnews - Tidak hanya pengaruh resesi ekonomi global, korupsi, lemahnya penegakan hukum dan sejumlah faktor lain di dalam negeri diperkirakan masih menjadi penghalang utama tumbuhnya ekonomi 2009.

Hasil Survei Persepsi Pasar yang dilakukan Bank Indonesia terhadap 72 responden  pada triwulan IV 2008 seperti yang dikutip VIVAnews, Selasa 27 Januari 2009 menunjukkan, sebanyak 29,4 persen responden memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 akan melambat dan berada pada rentang 4,5-5,0 persen atau relatif sama dengan rencana pemerintah untuk mengubah asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN-2009 menjadi 4,5-5,5 persen dari sebelumnya 6,0 persen.

Beberapa faktor yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi 2009 untuk dapat tumbuh lebih tinggi khususnya dari dalam negeri, dari hasil survei antara lain korupsi, lemahnya penegakan hukum, ketersediaan sumber daya manusia yang bersih dan profesional, tingkat pengangguran, volatilitas nilai tukar rupiah, penurunan kapasitas produksi terpakai, tingkat kemiskinan, situasi perburuhan yang belum kondusif, dan prosedur/perizinan untuk melakukan investasi.

"Sementara itu, pelaksanaan pemilu 2009 diperkirakan tidak akan memberikan risiko yang besar terhadap kondisi stabilitas politik nasional," demikian hasil survei tersebut.

Dijelaskan, sebanyak 27,3 persen responden memperkirakan tingkat inflasi pada 2009 berada pada level 7,6-8,0 persen, lebih rendah dari realisasi inflasi selama tahun 2008 yaitu 11,06 persen. Perkiraan inflasi tersebut masih lebih tinggi dari target inflasi Bank Indonesia sebesar 4,5+1 persen dan asumsi makro APBN 2009 sebesar 6,2 persen.

"Penurunan tekanan inflasi pada tahun 2009 antara lain dipengaruhi  menurunnya tekanan imported inflation yang menyebabkan turunnya tekanan nilai tukar, minimalnya tekanan inflasi dari faktor kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan, serta terkendalinya ekspektasi  inflasi," ujarnya.

Terkait nilai tukar, responden memperkirakan rupiah terhadap dolar AS masih akan berada pada range Rp 10.501-11.000 atau terdepresiasi dibandingkan tahun sebelumnya. Perkiraan tersebut sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengubah asumsi nilai tukar pada APBN 2009 yang semula ditetapkan Rp 9.400/US$ menjadi Rp 11.000/US$.

Tidak hanya indikator ekonomi tersebut, responden juga memperkirakan kondisi keuangan pemerintah (APBN) diperkirakan masih akan mengalami defisit. Sebanyak 49,2 persen responden memperkirakan defisit fiskal akan berada pada kisaran 1,1- 1,5 persen dari PDB pada tahun 2009.

Sebagai dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas internasional yang masih cenderung turun, maka kinerja ekspor pada tahun 2009 diperkirakan akan menurun.

Kehadiran Anies dan Muhaimin di KPU Tunjukkan Kedewasaan Politik meski Pahit, Menurut Pengamat

Sementara itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik membuat kebutuhan bahan baku impor mengalami penurunan sehingga impor barang diperkirakan akan terkena dampak yang lebih signifikan dibandingkan ekspor. Dengan perkembangan tersebut, transaksi berjalan pada tahun 2009 diperkirakan mengalami defisit berkisar 0,1-1,5 persen dari PDB.

Perkiraan Ekonomi 2010


Dibeberkan pula, sebagian besar responden optimistis kondisi ekonomi makro tahun 2010 akan lebih baik dibandingkan tahun 2009. Hal tersebut terlihat dari hasil perkiraan beberapa indikator makro yang disampaikan responden, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berada dalam kisaran 5,6-6 persen, tingkat inflasi berkisar antara 6,1-6,5 persen, nilai tukar rupiah terhadap US$ berada dalam kisaran Rp10.001–10.500, dan tingkat pengangguran berada pada 8,1-9,0 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto

Terinspirasi Langkah Indonesia, Amerika Serikat Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Airlangga: Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024