Sengketa Tanah di Genting

Korban Eksekusi Memilih Penyelesaian Damai


VIVAnews – Eksekusi hari kedua, Senin 27 Oktober 2008, terhadap 250 unit rumah warga Kampung Genting, Kelurahan Asemrowo, Demak, Surabaya Utara, berjalan lancar. Warga memutuskan tak melawan. Mereka memutuskan menggelar doa bersama di sekitar lokasi yang diambil alih pihak pengusaha.

Luar Biasa, Prajurit TNI Ini Rela Rugi Rp20 Juta Sebulan Demi Tolong Petani Singkong yang Menderita

Tanah sengketa antara warga dengan pengusaha PT Hartono Motor ini dijaga sekurang-kurangnya 1.500 personel polisi dari Kepolisian Wilayah Kota Besar. Selain itu, didatangkan pula tiga unit mobil water canon yang biasa digunakan untuk menghalau konsentrasi massa. Saat pelaksanaan eksekusi, warga memilih berkumpul di sekitar masjid yang tidak dibongkar petugas.

Salah satu ibu rumah tangga, Sulastri nampak menangis sambil melihat ke arah rumahnya yang roboh. Sulastri mengatakan, tidak menerima semua itu. “Tetapi, apa boleh buat, keluarga ini tidak memiliki kekuatan fisik untuk melarang,” katanya.

Farhat Abbas Diperiksa Polisi Pekan Ini soal Laporan Penistaan Agama ke Pendeta Gilbert

Setelah rumah dihancurkan, keluarga Sulastri bingung hendak menetap dimana lagi. Sulastri duduk diantara warga yang tengah berdoa. Warga yang mayoritas orang Madura duduk-duduk hingga gang-gang.

Di gerbang masuk gang, penduduk memasang spanduk yang bertuliskan “Kami anti kekerasan dan hentikan intimidasi terhdap kami.  Hentikan penindasan terhadap rakyat kecil. Hentikan eksekusi.” Nampak di ujung sana, sejumlah warga sibuk mengangkut sisa perabotan rumah.

BI Rate Naik Jadi 6,25 Persen, Begini Respons Dirut BRI

Sholikin, warga yang ikut berdoa mengatakan kepada VIVAnews, warga tidak mau bertindak gegabah menyikapi kasus ini. “Saya tahu eksekusi akan tetap berlangsung. Setidaknya dengan tahlil menggugah hati mereka,” katanya.

Eksekusi terhadap 250 unit rumah penduduk yang menetap di daerah itu dimulai pukul 07.30 WIB tadi. Lahan yang menjadi sengketa seluas 6,3 hektar. Lahan ini dihuni sedikitnya lima ribu warga.

Pengacara warga, Morry, mengatakan sengketa tanah ini dimulai 1979. Warga membeli tanah dari PT Hartono Motor. Saat itu, pembelian tanpa dilengkapi sertifikat tanah. Warga telah 30 tahun menetap di sana. Lalu, PT Hartono Motor kembali meminta lahan itu tanpa memberi ganti rugi. Karena itu warga menggugat ke Hartono Motor.

Kasus ini, sudah dibawa sampai ke Mahkamah Agung, namun perjuangan warga tetap kandasa. Eksekusi ini dimulai Minggu 26 Oktober 2008 dan rencananya selesai Selasa 28 Oktober 2008.

Laporan: Sony Wignya Wibawa

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya