Kelangkaan Elpiji

Ke Mana Elpiji Pergi

VIVAnews -Hari belum terang tanah, tapi  Zulkifli sudah bergegas. Rabu pekan lalu itu, setengah mengantuk pria berusia 40 tahun ini memacu truknya. Jalan masih lempang,  truk melaju cepat. Sopir agen gas  PT Anugerah itu harus segera tiba di stasiun pengisian bahan bakar gas elpiji di Jalan Bintara, Bekasi, Jawa Barat. Stasiun itu cuma tiga kilometer dari rumahnya.

BABYMONSTER Bakal Gelar Fan Meeting di Asia, Bulan Juni di Jakarta

Tapi Zulkifli benar-benar apes. Antrean truk di tempat pengisian gas itu sudah mengular. Tabung gas juga hampir habis. Walau sudah bangun dini hari, ngebut pula di jalan, si Zulkifli ini masih terhitung telat.

Esoknya, dia bangun lebih pagi. Takut terlambat. Dia memacu kendaraannya lebih cepat.Tapi hari kedua itu lagi-lagi apes. Antrean penuh. Elpiji hampir habis. Dia terpaksa balik badan.Pulang.

Bos Apple Tim Cook Injakkan Kaki di BSD Tangerang

Zulkifli baru beruntung di hari ketiga, Jumat pekan lalu. Dan itu karena dia bangun lebih awal dan tiba di Bintara pukul 4.30 dini hari. Dia mengangkut 700 tabung gas berukuran tiga  kilogram.“Saya sudah dua hari datang ke stasiun, tetapi selalu ditolak karena antrean sudah penuh,” ujarnya kepada Vivanews.

Selain di Bintara, antrean serupa juga merebak di sejumlah stasiun pengisian gas di kawasan Depok,Tanggerang, sejumlah daerah di  Jawa Tengah, Jawa Timur dan sejumlah daerah lain. Dari tempat pengisian itu   elpiji diangkut ke kios-kios.

Gawat, Gaya Main Timnas Indonesia Sudah Dibaca Pelatih Australia

Antre di stasiun pengisian, antre pula di kios-kios.Sepanjang pekan lalu,  para ibu rumah tangga, pemilik warung dan penjual gorengan keliling mengular di sejumlah kios. Bahkan kisah para ibu yang antre dan memburu elpiji itu jauh lebih memilukan.

Halimah Effendi seorang pemilik warung di kawasan Karet, Jakarta Pusat, misalnya, sudah berhari-hari  mencari elpiji.  Dia cemas sebab jika elpiji itu tidak terbeli, warung makannya bakal kolaps. Sejumlah ibu rumah tangga di Jatinegara,selama sepekan penuh memburu elpiji ke sejumlah penjual  di Jakarta Timur (Baca: Untung Rugi si Biru).

Cerita perburuan para Ibu rumah tangga itu juga merebak di Jawa Tengah, Jawa Timur dan sejumlah daerah lain. Beritanya mudah kita temukan di halaman Koran sepekan terakhir. Karena elpiji kian langka, banyak pula yang kembali memakai kayu bakar dan briket batu bara.
                                             **

Kisruh elpiji itu bermula dari program konversi minyak tanah yang dicanangkan pemerintah, semenjak harga minyak mentah dunia terus meroket. Konversi itu adalah jurus jitu memangkas impor minyak tanah, juga memotong subsidi yang kian hari kian mencekik anggaran pemerintah.

Coba lihat data berikut. Sebagian besar energi yang diperlukan rumah tangga dan indusri kecil adalah minyak tanah. Dan pengunaan minyak tanah yang masih perlu disubsidi sejumlah 12 juta kiloliter setiap tahun.

Karena produk dalam negeri masih  terbatas, maka sekitar 2,28 juta kiloliter minyak tanah dimpor dari Timur Tengah, India dan Singapura. Dengan asumsi harga minyak mentah dunia 45 dolar per barrel, maka pemerintah harus mengeruk anggaran sekitar Rp 5.8 triliun.

Dan inilah jumlah subsidinya. Bila satu barrel seharga 45 dolar, maka harga minyak tanah yang dimpor  Rp 2.547 per liter. Dengan harga setinggi itu, rakyat dan pedagang gurem jelas menjerit.

Demi menolong mereka, pemerintah lalu menetapkan harga per liter Rp 700. Artinya subsidi Rp 1.847 per liter. Jumlah itu segera meroket bila harga minyak mentah melangit. Dan itu tentu saja membuat pemerintah repot terus-terusan.

Lalu datanglah gagasan konversi itu. Minyak tanah diganti Liquifield Petroleum Gas(LPG), yang belakangan sohor ditulis elpiji. Di negeri jiran, si elpiji itu sudah banyak dikonsumsi. Lima persen penduduk Malaysia sudah memakainya, Thailand sekitar dua persen.

Jumlah konsumsi  Indonesia baru sekitar 0,5 persen atau sekitar satu juta ton tiap tahun. Padahal kemampuan produksi dalam negeri sekitar tiga juta ton tiap tahun. Selama ini sisa produksi 1,9 juta ton itu diekspor ke luar negeri.

Dari hitung-hitungan konversi, elpiji sejumlah 1,9 juta ton itu setara dengan 3,67 juta kiloliter minyak tanah. Angka itu jauh lebih besar dari impor minyak tanah yang jumlahnya 2,28 kiloliter tiap tahun. Jadi, bila pemerintah sukses mendorong konversi ke elpiji, maka impor minyak tanah tidak diperlukan lagi. Ini tentu saja berita gembira.

Demi berita gembira itu, pemerintah mengenjot konversi ke elpiji. Walau belum semuanya, program ini sukses. Konsumsi minyak tanah perlahan menurun. Elpiji jadi melonjak. Lihatlah data konsumsi dua produk itu setahun terakhir.Hingga akhir 2007, jumlah konsumsi minyak tanah 8.992 juta ton setahun. Jumlah konsumsi elpiji cuma 1,1 juta ton.

Lihat perubahan keduanya tahun 2008. Jumlah pengunaan minyak tanah susut ke bilangan 7.955 juta ton dan jumlah konsumsi elpiji naik hampir dua kali lipat ke bilangan dua juta ton.(Lihat infografik: Dari Kilang Rusak Hingga Ombak). Kecenderungan “ mendadak Elpiji” itu tentu saja menjadi berita gembira.

Di atas kertas Elpiji mestinya tidak langka. Sebab kenaikan konsumsi  dua juta ton itu masih di bawah kemampuan produksi tiga juta ton dari dalam negeri. Lalu mengapa si biru itu tiba-tiba sulit ditemukan.

                         **
Sebelum mengutuk pemerintah karena kerepotan itu, ada baiknya kita memahami  proses produksi elpiji ini dari hulu ke hilir. Elpiji dihasilkan di kilang Balongan, Indramayu dan Cilacap Jawa Barat. Dari situ bahan baku Elpiji diangkut ke kapal raksasa bernama Maersk Venture.

Maersk Venture adalah kapal tanki yang menampung elpiji (floating storage) pertama di Indonesia. Kapal ini juga berperan mengolah elpiji beku (refrigerated) menjadi gas bertekanan tinggi.

Kapal tanki apung berkapasitas 40 ribu ton ini mulai dioperasikan sejak Mei tahun ini untuk memenuhi lonjakan konsumsi elpiji seiring dengan program konversi minyak tanah ke bahan bakar gas. Dari kapal raksasa ini elpiji dipindahkan ke kapal tanker kecil untuk dibawa ke darat.(Lihat infografik).

Repotnya, sejak awal Desember ini gelombang laut Jawa terus-terusan mengamuk. Tinggi gelombang tiga meter. Yang berani melaut dengan gelombang setinggi itu cuma kapal raksasa seperti Maersk Venture.

Sedang  kapal tanker kecil berbobot 1.300 – 10.000 ton  menyerah dengan gelombang setinggi.  Padahal kapal tanker kecil itulah yang akan “menyusu” gas ke tanker Maersk Venture lalu membawanya ke darat.

Dua pekan terakhir kapal tanker kecil itu harus menunggu  belasan jam, sampai gelombang laut sedikit turun, baru berani melaut. Proses  pengisian juga memakan waktu lama. Semula cuma enam jam, molor hingga 18 jam.

Telat dari hulu, telat pula sampai ke hilir. Sejumlah kapal tanker kecil itu terengah – engah meniti gelombang laut di Selatan Cirebon. Akibatnya  telat beberapa jam sampai di Tanjung Priok, Jakarta dan Eretan, Indramayu. Pertamina kian repot, sebab tidak semua kapal tanker kecil itu sehat walafiat.

Kapal Apollo Pacific yang sejak November  mengangkut 10 ribu ton elpiji ke Tanjung Priok sedang masuk ruang gawat darurat. Pompa kapal itu rusak parah. Akibatnya pasokan ke Tanjung Priok juga susut.

Padahal depot Tanjung Priok  yang berkapasitas besar 9.500 ton adalah pemasok utama kebutuan Elpiji untuk Jakarta. Dan depot Eretan di Indramayu yang berkapasitas 10 ribu ton pemasok utama ke Jawa Barat. “Kami benar-benar apes,” kata Manager Pemasaran Elpiji Pertamina, Iskandar kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat, 19 Desember 2008.

Selain gelombang laut dan kapal rusak, kelangkaan Elpiji juga disebabkan rusaknya  kilang di Balongan. Padahal kilang itu mampu memproduksi 1.500 ton Elpiji sehari. Jumlah itu jauh di atas produksi kilang Cilacap yang jumlah cuma 300 ton.

Menurut Direktur Utama Pertamina, Ari Soemarno, kilang Balongan berhenti produksi karena  ada kerusakan. Dan proses perbaikan, kata Ari, memakan waktu 40 hari.

Masalah kian rumit lantaran sebagian besar stasiun pengisian elpiji belum berfungsi. Dari 200 stasiun yang mendapat ijin, baru 56 yang beroperasi. Kisruh dari hulu ke hilir itulah yang membuat elpiji susah benar dicari.

Menghadapi kisruh Elpiji ini pemerintah sigap bertindak. Kamis pekan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengelar rapat mendadak. Rapat yang digelar di kantor wakil presiden itu diikuti Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro

Seusai rapat, Kalla meminta masyarakat tidak bereaksi berlebihan dalam kelangkaan elpiji dengan cara menimbun bahan bakar tersebut. Kalla juga menekankan program konversi minyak tanah ke elpiji akan jalan terus.

Pertamina  kini  mengambil langkah darurat. Jumat pekan lalu, perusahaan ini mendatangkan tiga kapal tanker yang masing-masing berbobot 10 ribu ton. Ketiganya adalah tanker Hebris, Maharashi Vasis dan Maharashi Labratea. Tiga tanker itu akan mengangkut elpiji dari Maersk Venture ke Tanjung Priok.

Karena kilang Balongan sedang diperbaiki, mulai pekan ini pemerintah mengimpor Elpiji dari luar negeri. Sejumlah dua ribu ton akan masuk pada 21 Desember, 40 ribu ton pada 22 Desember dan tiga  ribu ton tiba 25 Desember.

Mengantisipasi lonjakan permintaan tahun depan, Pertamina akan menambah dua  kapal  floating storage berkapasitas 40.000. Jumlah stasiun pengisian  akan ditambah. Seluruh infrastruktur itu diperkirakan beres 2010.

Dengan segenap persiapan itu, di atas kertas kaum ibu dan pedagang gurem tidak perlu berpusing-pusing lagi memburu Elpiji.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya