Yang Muda yang Mendunia

Si Penggembala Kambing ke Pentas Dunia

VIVAnews – TEPUKAN tangan membahana di Beijing University of Aeronautics & Astronautics Gymnasium, Cina, Minggu 10 Agustus 2008. Sorakan itu tertuju pada seorang atlet angkat besi bertubuh kecil yang mengenakan baju biru merah bertuliskan singkatan Indonesia. 

Lifter mungil itu mampu mengangkat total beban 288 kg dari jenis angkatan Snatch (130 kg) dan Clean and Jerk (158 kg).  Menjadikannya berhak atas medali perunggu Olimpiade ke 29 di Beijing. Tak banyak yang mengetahui nama pria murah senyum itu sampai petugas pertandingan mengumumkan: “Eko Yuli Irawan from Indonesia.”

Ia kemudian melenggang ke atas podium untuk menerima medali perunggu. Sebuah  simbol kebanggaan, penanda orang terkuat ketiga di dunia dalam angkat besi kelas 56 kg.

Viral Video Transformasi Makeup Pengantin Jadi Sorotan Netizen

Meski hanya memiliki tinggi badan 1,55 meter dengan berat badan 56 kilogram, Eko berhasil mengalahkan lawan yang berpostur jauh lebih besar dari Kuba dan Rusia.

Angkatan total Eko hanya terpaut 4 kg dengan peraih medali emas, Qingquan Long, lifter asal China dengan total angkatan mencapai 292 kg. Medali perak direbut lifter Vietnam,  Hoang Anh Tuan dengan total angkatan 290 kg.

Air mata menetes di dua kelopak mata Eko saat Merah Putih bersanding dengan dua bendera lainnya. Tak banyak kata terucap saat itu, hanya suasana syahdu dan bangga atas prestasi yang Eko raih di Ahad bersejarah itu.

Menilik tujuh tahun ke belakang, mungkin tak ada yang kenal siapa Eko. Ia hanya remaja asal Lampung yang biasa jadi penggembala kambing. Ayahnya, Saman, hanya seorang penarik becak yang harus menghidupi seorang istri dan tiga anak. Sedangkan sang ibu, Wastiah, ibu rumah tangga biasa.

Hidup Eko mulai berubah ketika teman-temannya mengajak melihat latihan angkat besi di Metro, Lampung. Tak disangka pria sederhana itu langsung jatuh cinta pada olahraga ini. Tiap hari, meski sering diusir, ia tetap datang ke tempat latihan hanya untuk melihat para atlet di sana mengangkat barbel. Bahkan, ketika teman-teman yang mengajaknya sudah bosan melihat latihan, ia tetap mendatangi tempat itu. Akhirnya, Eko kemudian ditawari pelatih di sana untuk mengikuti latihan.

Belum sampai satu tahun latihan, remaja kelahiran 24 Juli 1989 itu mampu meraih emas di Kejuaraan Nasional pertamanya, di Indramayu, 2001. Enam tahun kemudian, tepatnya Mei 2007, nama Eko mulai mendunia ketika berhasil meraih medali emas kelas 56 kilogram pada Kejuaraan Dunia Junior di Praha, Republik Ceko. Ia kemudian berhasil menyabet dua medali perunggu di Kejuaraan Dunia, Chiangmai,Thailand, pada Mei 2007. Namanya makin berkibar ketika pada akhir tahun 2007 berhasil meraih medali emas pada Sea Games XXIV di Thailand dengan total angkatan 294 kilogram.

Pada 2008, sebelum Olimpiade, ia melakoni “partai pemanasan” di Asian Championships di Kanazawa, Jepang. Di Negeri Sakura itu, ia naik kelas dari 56 kg ke 62 kg dan mampu berprestasi dengan menyabet medali perak.

“Eko, dibanding anak-anak lain, mempunyai kemampuan cepat dalam menyerap arahan pelatih,” ujar pelatih Eko di Pelatnas,  Lukman.

“Dia punya gerakan teknik yang sempurna dalam mengangkat. Postur tubuhnya yang kecil tapi perkasa mendukung skill-nya,”

Berbekal sederet prestasi di dua tahun terakhir, Eko berangkat ke ajang yang diimpikannya selama ini, Olimpiade. Tak percuma anak penggembala itu jatuh bangun, karena dengan total angkatan 288 kg, ia berhak menyabet medali perunggu.

Prestasi Eko langsung bergaung di Tanah Air. Inilah medali pertama di bagian putra sejak keikutsertaan Indonesia di cabang angkat besi tahun 1956. "Yang penting sebelum meraih juara itu, kita ada keinginan mengalahkan juara sebelumnya," ujar Eko.

Pulang ke Tanah Air, Eko disambut bak pahlawan. Penyambutan dilakukan berkali-kali, mulai dari pihak Persatuan Angkat Besi Binaraga angkat Berat Seluruh Indonesia, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, hingga Presiden. 

Materi pun mengalir deras untuk pemuda bertinggi 155 cm. Ia kini bisa membelikan sebidang tanah untuk digarap sang Ayah. Warung kecil sebagai penopang tambahan ekonomi, juga sudah ia sediakan untuk sang ibu di rumahnya, Lampung.

Kedua orang inilah yang paling ia rindukan. Karena sekarang ia tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur, untuk menjalani pelatihan khusus. “Dalam setahun, saya ketemu orangtua hanya seminggu waktu Idul Fitri kemarin. Kangen banget rasanya,” ujar Eko.

Di Balikpapan, ia berlatih untuk mempertahankan prestasi. Eko tak ingin ketinggalan dari pendatang-pendatang baru di dunia angkat besi. "Saat ini, mempertahankan prestasi adalah kendala utama saya. Kan lebih susah mempertahankan dibanding merebutnya," ujar pelajar kelas 3 SMU 5 Balikpapan itu.

"Beruntung saya punya dukungan besar dari orang tua. Saya yakin perasaan mereka pasti bangga pada saya karena bisa membantu ekonomi keluarga juga," kata Eko.

Fokus sulung dari tiga bersaudara itu juga tak melulu soal angkat besi. Ia ingin mulai merenda masa depannya selepas pensiun menjadi atlet. Pihak PB PABBSI berjanji memberi kesempatan menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Menengah Umum.

Menurut Lukman, pemerintah memberi kesempatan pada 1.500 atlet dan pelatih dari seluruh Tanah Air mengkuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil. Rekan-rekan Eko, seperti Triyatno (juga meraih medali perunggu di Olimpiade Beijing), sudah lolos kualifikasi tes. “Kami sebagai pelatih juga mempersiapkan masa depan atlet termasuk dalam jenjang pendidikan,” ujar Lukman.

Apapun yang akan terjadi di masa depan, Eko saat ini menatap lurus target terbarunya di dunia angkat besi; medali emas Olimpiade London 2012.

Lolos Jadi Anggota DPR, Denny Cagur Ungkap Kenangan Haru dengan Almarhumah Ibu
Anies hadiri acara penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wakil Presiden Terpilih di KPU.

Anies soal Tawaran Jadi Menteri di Kabinet Prabowo: Belum Ada yang Ngajak

Anies juga merespons soal kemungkinan dirinya bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto, termasuk jika ditawari kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024