Vaclav Havel

Kemanusiaan Absen di Gaza

VIVAnews - Membuang-buang waktu selalu melahirkan penyesalan. Namun, di Timur Tengah, membuang-buang  waktu juga berbahaya. Setahun telah berlalu dengan sedikit kemajuan dalam upaya menjembatani tembok pemisah antara Palestina dan Israel. Serangan udara di Gaza, dan serangan roket (Hamas) pada Askelon, Sderot, dan kota-kota lain di Israel Selatan, hanya membuktikan bagaimana buruknya situasi ke depan. 

Karena terjadi kebuntuan soal keamanan antara Israel dan pimpinan Gaza-Palestina,  telah terjadi pula blokade bantuan makanan oleh Israel hingga  membuat 1,5 juta penduduk Gaza kini menghadapi ancaman riil bahaya kelaparan. Israel, sepertinya sekali lagi mengedepankan pendekatan keamanan “keras” terhadap Gaza. Tapi pendekatan model ini hanya menutup  pendekatan non-kekerasan sebagai solusi kreatif pertentangan Israel-Palestina.

Buruknya lagi, politisi Israel tetap berkomitmen mendorong perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat. Terdesak tembok pemisah yang dibuat Israel, banyak warga Palestina mulai melihat tidak ada pilihan lain menyuarakan aspirasi nasional mereka selain menggunakan taktik radikal. Pilihan itu beresiko  memicu kekerasan baru. Sehingga, Israel beserta  sekutu regional dan internasionalnya dikritik karena  Palestina tidak akan melepaskan tujuan utama mereka menjadi sebuah negara yang merdeka. Rakyat Palestina tak akan pernah membatalkan perjuangan nasional mereka.

Baik Israel dan Palestina mestinya sadar pengunaan kekuatan tidak akan pernah bisa mengakhiri konflik dalam jangka panjang. Apa yang diperlukan sekarang adalah adanya pihak yang menentang penggunaan kekerasan dalam pembangunan.  Meski kekuatan terkadang perlu digunakan, perdamaian yang stabil dan berumur panjang hanya bisa dilakukan secara integral, melalui solusi kompromistis.

Resolusi konflik, jika ingin berjalan sukses, menuntut penyaluran baru energi konflik ke alternatif konstruktif tanpa kekerasan.  Pengalihan dari energi perang dapat menjadi tempat tahap penyelesaian setiap kali siklus eskalasi mencuat. Namun, jika bangunan perdamaian preventif ini tidak segera diluncurkan sebagai sinyal pertama munculnya kesulitan, dan persoalan makin sulit dipecahkan saat intensitas konflik (khususnya jika hal itu berubah menjadi kekerasan), beberapa macam intervensi mulai  dibutuhkan. 

Hanya dengan perdamaian, mediasi, negoisasi, arbitrase, dan kerjasama, proses pemecahan masalah dapat dibangun oleh mereka. Pada akhirnya, rekonstruksi dan rekonsiliasi adalah satu-satunya jalan yang membawa stabilitas, sejak hal ini absen diwujudkan. 

Tidak ada yang mengejutkan di sini. Namun permintaan ini menjawab mengapa di sana ada lebih banyak keprihatinan untuk merubah fokus konsentrasi situasi di Gaza dan Palestina.  Sebuah aturan perlindungan internasional bagi wilayah Palestina dapat melindungi mereka dari unsur berbahaya Israel, dan mungkin termasuk menjaga Israel dari ancaman dirinya sendiri. Ini dapat diusulkan, namun nyaris tidak menerima pengakuan publik. 

Satu elemen kunci dalam membangun sebuah struktur rekonsiliasi adalah pertumbuhan ekonomi. Meski Bank Dunia sudah sering kali mengingatkan, memang terdapat korelasi kuat antara kemiskinan dan konflik. Maka menjembatani defisit harga diri kemanusiaan, yang membelah  mereka yang kaya dan miskin, amat mendasar dilakukan untuk mencapai kesepakatan politik antara Palestina dan Israel. Upaya ini sekarang amat kecil   -padahal  kemiskinan harus disapih harapan nyata untuk perubahan hidup lebih baik.

Palestina dan Israel membutuhkan kekekalan semangat dialog untuk melewati ketimpangan sosial yang membelah mereka, seperti halnya dialog antara penguasa dan rakyat yang tinggal di tengah kebingungan saat hendak memberi negara mereka nama. Kepercayaan diperlukan untuk membangun kembali, jika kita ingin menolong semua pihak, untuk melampaui musuh masa lalu mereka.  Hanya dengan kepercayaan, publik dapat membuat persoalan-persoalan didiagnosa secara tepat dan segera ditanggapi.  

Tentu saja, kebutuhan Israel pada keamanan harus dimengerti oleh semua pihak. Namun pembangunan-kepercayaan membutuhkan dukungan semua pihak. Apa yang dibutuhkan sekarang bagi semua pihak merupakan sebuah pesan benderang bahwa dialog, bukan kekerasan, merupakan satu-satunya jalan ke depan dalam situasi genting sekarang.

Di Gaza, kemanusiaan sebagai moral dasar, tengah absen. Penderitaan dan penghancuran sekenanya pada kehidupan penduduk, keputusasaan dan absennya harga diri di wilayah ini, sudah terlalu lama terjadi.

Jaringan Mubaligh Muda Indonesia Apresiasi Silaturahmi Rosan ke Megawati

Penduduk Palestina di Gaza –termasuk juga di seluruh wilayah di mana mereka hidup tanpa harapan— tak bisa menunggu lembaga  internasional bertindak. Untuk itu, kita harus membangun dan menemukan keberanian moral serta visi politik untuk melakukan lompatan kuantum di Palestina.

Tulisan ini merupakan tulisan bersama Václav Havel (bekas Presiden Chechnya), HRH Pangeran Hassan bin Talal (Presiden  Arab Thought Forum dan Presiden Emeritus of the World Conference of Religions for Peace),  Hans Küng (Presiden Foundation for a Global Ethic (Stiftung Weltethos) dan Professor Emeritus of Ecumenical Theology di University of Tübingen), Yohei Sasakawa (Presiden Sasakawa Peace Foundation), Desmond Tutu (pemenang Nobel Perdamaian)  dan Karel Schwarzenberg (bekas Menteri Luar Negeri Republik Chechnya). Copyright: Project Syndicate, 2008.

pemain manchester city merayakan gol

Bantai Luton, Manchester City Tendang Arsenal dari Puncak Klasemen Liga Inggris

Manchester City menang besar saat menjamu Luton dalam laga lanjutan Premier League 2023/2024 di Stadion Etihad, Sabtu 13 April 2024. Arsenal digusur

img_title
VIVA.co.id
13 April 2024