Jepang Hukum Gantung Dua Narapidana

VIVAnews - Jepang menghukum mati dua narapidana di tiang gantungan, Selasa 28 Oktober 2008. Dengan demikian sejak awal tahun ini di Jepang sudah 15 narapidana yang dihukum mati.

Jumlah narapidana yang dihukum mati tahun ini merupakan yang terbanyak di Jepang sejak tahun 1975. Ironisnya, eksekusi Selasa kemarin berlangsung saat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersiap menyampaikan laporan pertama mengenai situasi hak asasi manusia (HAM) di Jepang dalam sepuluh tahun terakhir. 

Dalam eksekusi Selasa kemarin, dua narapidana tersebut telah berusia sepuh. Mereka bernama Michitoshi Kuma (70) dan Masahiro Takashio (55), demikian pernyataan Kementrian Kehakiman Jepang.

Kuma bersalah karena menculik sekaligus membunuh dua murid sekolah berusia 7 tahun pada Februari 1992. Mereka tewas dicekik Kuma dan dikubur di kaki gunung.

Sedangkan Takashio bermasalah saat merampok di suatu rumah di kawasan utara Jepang, Maret 2004. Tak hanya merampok, Takashio juga menusuk mati dua perempuan penghuni rumah, masing-masing berusia 55 tahun dan 83 tahun, sebelum menggasak uang mereka sebesar 50.000 yen atau sekitar Rp. 5,5 juta.
 
"Kedua kejahatan tersebut berlandaskan motif yang kejam dan merenggut nyawa para korban," kata Menteri Kehakiman Eisuke Mori kepada para wartawan seperti dikutip stasiun televisi BBC. Sampai kini sekitar 100 narapidana kasus pembunuhan di Jepang menanti eksekusi hukuman mati.

Sementara itu, masyarakat internasional menyayangkan masih berlangsungnya praktik hukuman mati di Jepang. Gereja Katolik Roma menentang adanya praktik tersebut, padahal Perdana Menteri Jepang, Taro Aso, merupakan anggota jemaat suatu gereja Katolik Roma di negaranya. Selain itu lembaga Amnesty International menyerukan kepada Jepang untuk segera menghapus hukuman mati karena bertentangan dengan prinsip HAM dan pembunuhan berdarah dingin yang dilakukan oleh negara. 

Sebenarnya Pemerintah Jepang sempat menerapkan penghapusan (moratorium) hukuman mati selama 15 bulan hingga tahun 2006. Itu karena Menteri Kehakiman saat itu, Seiken Sugiura, menyatakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan ajaran Budha yang dia anut. 

Di Jepang, eksekusi hukuman mati biasanya tidak diumumkan terlebih dahulu dan dilakukan secara diam-diam. Namun eksekusi tersebut mendapat dukungan kuat dari masyarakat.

Elite Gerindra Sebut Polri Sudah "On the Track" Tangani Kasus Firli Bahuri
Ilustrasi teknologi tes DNA yang praktis

Analisis Metabolisme Tubuh dan Kebutuhan Nutrisi Lewat Tes DNA

Sebuah tes DNA yang menganalisis metabolisme dan kebutuhan nutrisi, memungkinkan para pengguna memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai kondisi kesehatannya

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024