BI: Banyak yang Tak Paham Produk Derivatif
VIVAnews - Bank Indonesia melarang pembelian valuta asing untuk transaksi duel currency deposit dan callable forward. Alasannya, banyak nasabah yang tidak tahu implikasi produk derivatif ini.
"Ada beberapa produk derivatif yang memang seyogyanya tidak di pasarkan secara luas karena banyak yang belum mengerti implikasinya," kata Gubernur Bank Indonesia Boediono di Jakarta, Jumat 28 November 2008.
Sekadar diketahui mulai 1 Desember 2008 nanti, Bank Indonesia memberlakukan aturan ketat untuk pembelian dolar di atas US$ 100 ribu/bulan untuk setiap nasabah. Aturan ini diberlakukan agar pembelian dolar tidak dilakukan untuk spekulatif, seperti structured product.
Structured product adalah produk yang dikeluarkan oleh bank yang merupakan kombinasi suatu aset dengan derivatif dari mata uang valuta asing terhadap mata uang rupiah, untuk tujuan mendapatkan tambahan income (return enhancement), yang dapat mendorong transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif, dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah.
"Pembelian valuta asing terhadap rupiah tidak diperkenankan dilakukan dalam jumlah berapa pun apabila pembelian tersebut atau potensi pembelian terkait structured product," demikian bunyi Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD yang dikeluarkan Bank Indonesia pada 27 November 2008.
Contoh produk yang bersifat spekulatif adalah duel currency deposit dan callable forward. Duel currency deposit adalah deposito jangka pendek yang di dalamnya terdapat kemungkinan terjadi konversi antara valuta asing dengan mata uang rupiah, yang bunganya dihubungkan dengan pergerakan kurs dari dua mata uang tersebut.
Pada saat jatuh tempo, nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata uang penempatan deposito atau dalam mata uang pasangannya, tergantung mana yang lebih lemah dibandingkan dengan kurs konversi yang disetujui.
Misalnya, jumlah deposito Rp 1 miliar, mata uang deposito dalam bentuk rupiah ertenor satu bulan, dengan bunga 15 persen. Kurs yang ditetapkan Rp 11.000. Pada saat jatuh tempo, nasabah akan menerima pokok dan bunga dalam mata
uang yang lebih lemah.
Sedangkan callable forward adalah instrumen investasi yang dilakukan nasabah dengan melakukan kombinasi transaksi forward dan option, misalnya nasabah long forward and short call option, dengan harapan untuk memperoleh harga yang lebih baik dari harga pasar.
Misalnya, nasabah melakukan kontrak forward dan option selama 3 bulan dengan bank, dengan total 12 kontrak option, sejak 1 Desember 2008 sampai dengan 16 Februari 2009, dengan rincian sebagai berikut:
- Volume: US$ 5 juta
- Kurs spot rate: 12.000
- Nasabah melakukan kontrak forward 3 bulan dengan cara melakukan :
- buy call option : strike price = 12.300
- sell put option: strike price = 12.300
Akibat dari pembelian valuta asing yang dilakukan melalui transaksi
callable forward ini, nasabah memperoleh keuntungan transaksi sebesar
Rp 19,5 miliar atau US$ 1,5 juta dari yang seharusnya hanya Rp 3,5 miliar
atau ekuivalen US$ 270.000 dengan rincian:
- Rupiah terus mengalami pelemahan, dimana spot price pada tgl 16
Februari 2009 mencapai Rp 13.000 per US$
- Pada saat kurs melemah, yang terjadi adalah:
* Nasabah akan meng-exercise call option-nya sehingga Nasabah
dapat membeli diharga Rp 12.300, namun membiarkan put optionnya
worthless, sehingga Nasabah menjual pada harga pasar.
* Kurs konversi yang digunakan juga dapat berbeda-beda tergantung
kesepakatan nasabah dengan bank.