Edward Masters

Alex Tiada, ke Jakarta Tak Lagi Seperti Dulu

Indonesia telah kehilangan seorang negarawan mahsyur. Amerika Serikat pun kehilangan teman baiknya, dan USINDO (perkumpulan masyarakat AS-Indonesia) juga kehilangan pendukung setia sekaligus kolega tersayang. Kemarin, Ali Alatas meninggal di Singapura karena serangan jantung. Ia meninggal di usia 76 tahun.

Allene dan saya pertama kali bertemu Alex (kami panggil dia demikian) dan Jun (Junisa Alatas, istri Ali Alatas) saat musim gugur 1964. Dia bertugas sebagai juru bicara untuk pers Departemen Luar Negeri dan kemudian menjadi Direktur Penerangan dan Hubungan Kebudayaan.

Heboh Aksi Pedagang Buang Puluhan Ton Buah Pepaya, Ternyata Ini Penyebabnya

Padahal saat itu, Indonesia sedang berada dalam masa-masa sulit. Hubungan Indonesia dengan negara-negara lain, termasuk dengan AS, sangat tegang. Namun prinsip kepemimpinannya sangat tegas.

Dia berkomitmen membangun pemahaman internasional yang lebih dalam. Selain itu, ia juga berupaya mengurangi ketegangan antar-negara dan kesenjangan ekonomi.

Alex dan Jun luar biasa populer di berbagai kalangan komunitas diplomatik di Jakarta tahun 1960-an. Mereka sering mengadakan acara ramah tamah dengan mengundang rekan-rekan diplomat. Bahkan mereka juga mengundang diplomat yang memiliki pandangan yang sama sekali berlawanan, dan kadang diplomat yang seharusnya tidak boleh mengetahui eksistensi diplomat lain.

Saya ingat dalam sebuah acara, kami terjebak di sebuah kapal kecil bersama sepasang suami-istri Kuba. Tidak mungkin saat itu kami tidak mengobrol. Ternyata kami menemukan banyak kegemaran yang sama.

Saya kembali ke Washington tahun 1968 sebagai Direktur Hubungan Indonesia di Departemen Luar Negeri. Saat itu, Alex sudah berada di sana sebagai konselor politik duta besar Koko Sudjatmoko. Dan sekali lagi, dia berupaya mengembangkan hubungan bilateral.

Alex kemudian menjabat sebagai wakil tetap Republik Indonesia di PBB, Jenewa; wakil tetap di PBB, New York; serta menteri luar negeri Indonesia selama 12 tahun (1987-99). Dengan jabatan yang dia pegang, Alex memanfaatkan kemampuannya untuk membangun jembatan dan menyatukan perbedaan pandangan ke panggung internasional.

Banyak pemimpin negara saat itu meminta Alex untuk menjadi Sekretaris Jenderal PBB. Namun, ada batu sandungan atau "stone in the shoe", demikian ia sebut, yang tidak memungkinkannya untuk menjadi Sekjen PBB. Batu sandungan tersebut adalah persoalan Timor Timur.

Penyebab itu sangat disayangkan karena ia telah lama bekerja keras, walaupun gagal menyatukan pendapat dengan pemerintah Indonesia dalam mengusahakan otonomi bagi Timor Timur dan kehidupan yang lebih baik bagi warganya.

Dia memainkan peran penting dalam membawa perdamaian di Kamboja pada 1991. Dia juga mengupayakan perdamaian di Filipina selatan tahun 1996, dan menurunkan ketegangan di Myanmar. Setelah pensiun, dia menjadi utusan khusus PBB, anggota ASEAN Eminent Person Group- dia merancang bagan aturan baru untuk organisasi tersebut, dan ketua Dewan Pertimbangan Presiden Yudhoyono.

Beberapa tahun lalu, saya memintanya untuk bergabung dengan mantan menteri dalam negeri George Shultz, sebagai ketua kehormatan USINDO Board Advisors. Dia sangat setuju karena walaupun dia tidak selalu sepakat dengan kebijakan pemerintah AS, tetapi dia paham bahwa Indonesia dan AS membutuhkan sikap saling pengertian yang lebih baik.

Ini karena AS dan Indonesia memainkan peran penting di dunia. Dia membagi pendapat dan pandangannya dalam berbagai kesempatan kepada komunitas USINDO. Alex memberi kami nasihat tak ternilai.

Dia harus melepas posisi ketua kehormatan USINDO ketika bergabung dengan Dewan Pertimbangan Presiden. Namun dia selalu ada bagi kami. Kami akan merindukan nasihat-nasihat bijaknya, humornya, dan yang paling penting: persahabatannya. Bagi saya sekarang, berkunjung ke Jakarta rasanya tidak akan pernah sama lagi.

Sejarah Tercipta Thomas Cup dan Uber Cup, Sempat Tertunda Gegara Perang Dunia II

Penulis adalah mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia periode 1977-1981. Dia juga salah seorang pendiri dan Ketua Perhimpunan Masyarakat AS - Indonesia (USINDO)

Pintu rumah dengan warna merah terang

Bosan Pintu Cokelat? Coba 4 Warna Cerah Ini Biar Rumah Makin Aesthetic

Warna pintu rumah adalah hal yang akan dilihat pertama kali oleh orang yang berkunjung. Oleh karenanya, pintu rumah harus memberikan kesan yang baik dan eye-catching.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024