Perpu Jaring Pengaman Keuangan

Komisi Keuangan Beri Sinyal Menolak

VIVAnews - Mayoritas anggota Komisi XI (Keuangan) Dewan Perwakilan Rakyat bersikukuh menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Penolakan akan disampaikan malam ini.

Sejumlah alasan dikemukakan. Salah satunya pemerintah dinilai sengaja melakukan fait a compli.

"Kami dikondisikan tidak boleh menolak," kata anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Dradjad H Wibowo kepada VIVAnews, Rabu 17 Desember 2008.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan persetujuan tiga Perpu yang dikeluarkan terkait krisis menjadi undang-undang. Perpu tersebut menyangkut amandemen UU Bank Indonesia, amandemen UU Lembaga Penjamin Simpanan dan JPSK. Dalam rapat Senin 15 Desember 2008, pandangan awal delapan fraksi menolak Perpu tersebut.

Anggota dewan, kata Dradjad, dipaksa harus menerima satu sistem yang sebelumnya sama sekali tidak dibahas dengan DPR. "Meski secara politis bisa saja berubah, sebagian besar sampai saat ini masih tidak setuju dengan Perpu Nomor 4/2008," kata Dradjad.

Bahkan, ujar Dradjad, Fraksi Partai Golkar (FPG) yang dalam pandangan awalnya menerima Perpu tersebut, secara informal banyak anggotanya yang menyatakan tidak setuju.

Saat VIVAnews mengonfirmasikan hal itu kepada Harry Azhar Aziz, anggota Komisi Keuangan dari FPG tersebut tidak menepisnya. Ia bahkan menyatakan fraksinya kini sudah bulat menolak Perpu Nomor 4/2008. "Fraksi kami sudah bulat menolak dan akan disampaikan secara resmi malam ini dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan," tegas Harry.

Pimpinan fraksi dan partai, kata Harry, sudah sepakat dengan keputusan tersebut. Karena banyak pasal-pasal dalam Perpu tersebut yang tidak bisa diterima.

Menurut Dradjd, dalam kondisi mendesak (krisis) bisa saja aturan dibuat dan yang terjadi selama ini biasanya tidak dengan membuat sebuah sistem atau kebijakan baru. Sedangkan yang termuat dalam Perpu JPSK adalah ketentuan-ketentuan yang sifatnya baru. Kalau isunya satu-dua poin saja, dewan masih bisa menerima, tetapi dalam Perpu ini banyak kebijakan yang diatur.

"Dan kami hanya dikasih pilihan setuju atau tidak setuju, tidak boleh memperbaiki konteksnya. Jangankan konteksnya, titik dan komanya saja tidak boleh," kata Dradjad.

Pasal yang dianggap paling krusial adalah pasal 5 yang menyebutkan Komite Stabilitas Sistem Keuangan diketuai Menteri Keuangan dengan anggota Gubernur Bank Indonesia. Seharusnya posisi Menkeu dan Gubernur BI sejajar untuk melakukan koordinasi. Dengan posisi seperti itu menimbulkan kesan dihidupkannya lagi dewan moneter. "Padahal yang diatur dalam perpu merupakan domain BI," kata dia. Poin ini juga menjadi alasan penolakan FPG.

Belum lagi, ujar Dradjad, beberapa anggota KSSK diketahui merupakan komisaris bank sehingga terkesan tidak adil. Bagaimana seorang komisaris bank A nantinya bisa meminta data-data bank B.

"Kan seperti menelanjangi bank lain. Harusnya KSSK terdiri dari orang-orang yang independen, tidak boleh rangkap jabatan," kata Dradjad.

Ketentuan lain yang disorot adalah pasal-pasal dalam Bab IV dan Bab V yang meyangkut Fasilitas Pendanaan Darurat. Sangat disayangkan pemberian fasilitas ini tidak memasukkan syarat pembahasan terlebih dahulu oleh anggota dewan.

Selain poin-poin itu, dari FPG yang dianggap mengkhawatirkan adalah pasal 29 yang mengatur pejabat yang membuat ketentuan tidak dapat dituntut di muka hukum. Aturan ini sangat membahayakan karena bisa disalahgunakan. Pendanaan darurat bagi Lembaga Keuangan Bukan Bank juga jadi ganjalan partai berlambang pohon beringin ini. Sebab lembaga ini tidak berada di bawah

pengawasan BI sehingga ditakutkan pendanaan darurat akan menjadi arena spekulasi pengurus atau direksi yang menunggangi krisis untuk mendapatkan bantuan.

Poin lain yang dipersoalkan adalah agunan bagi bank atau lembaga non bank yang mendapat pendanaan darurat, yang dikhawatirkan bodong sehingga saat diuangkan nilainya tidak bisa menutupi pinjaman.

Jangan Asal Obati, Ini Cara Membedakan Antara Jerawat Purging dan Breakout
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Jalan Kertanegara 16, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin 5 Februari 2024

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"

Sekretaris Jenderal Gerindra mengatakan kemenangan Prabowo Subianto bukan akhir dari perjuangan melainkan awal perjuangan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024