Ponsel dan Pulsa Murah, Bonus Layanan Payah

VIVAnews – Mbak mau dijemput jam berapa?” Itu jerit sms fajar rutin berkala yang dikirimkan tukang ojek langganan saya. Saya pun menjawab jam berapa saya ingin dijemput. Maklum, sebagai reporter jadwal saya tidak rutin kantoran. Hari ini bisa berangkat sangat pagi, besok dapat teramat siang. Tergantung jadwal liputan yang dijangkakan harus jatuh ke saya.

Bikin 2 Gol ke Gawang Korsel, Begini Kata Rafael Struick

Beberapa tahun silam, aktivitas komunikasi seperti ini tak terbayangkan dapat terjadi. Ponsel masih barang mewah eksklusif yang hanya bisa dipamerkan oleh golongan the haves. Namun demikian, beberapa tahun terakhir ini dan menguat ketika tarif telekomunikasi seluler menghujam turun, harga ponsel menjadi kian terjangkau. Konsekuensi logisnya, secara perlahan terjadi dramatic change dalam kehidupan sosial dan ekonomi rakyat Nusantara.

Saya pribadi merasa sangat diuntungkan dengan jajaran perubahan ini. Mudah bagi saya untuk meminta pembantu rumah tangga,  pemilik warung kelontong, hingga ibu tukang pijat langganan untuk datang. Mereka sudah ber-cellular habit. Perlu bepergian cepat, gas elpiji habis, atau badan pegal-pegal minta dipijat, saya tinggal telepon atau sms, dan sebaliknya mereka akan menghubungi saya bila saya sedikit melalaikan mereka.

Anies Buka Peluang Maju Pilgub Jakarta: Saya Baru Satu Periode

Keponakan-keponakan saya yang masih SD pun telah menjadi pemuja ponsel. Ini berguna untuk memudahkan orang tua memantau pergerakan mereka, dan sebaliknya tentu. Saya pun ikut dimudahkan dalam berkomunikasi dan dimanjakan bila ingin melepas kangen dengan mereka. Cukup mengirim sms dan menunggu kefasihan bahasa sms super singkat dan gaul jawaban mereka. Benar-benar fenomena baru yang hanya dialami bocah-bocah milenium ini.

Tak bisa dipungkiri bila ponsel kini telah menjadi kebutuhan pokok. Bisa disebut sejajar  nilai pentingnya dengan sandang, pangan dan papan. Bagi saya, ketinggalan ponsel di rumah, mendingan balik lagi dan mengambilnya, daripada repot seharian tak bisa berkomunikasi. Senada sebangun, kehabisan pulsa sama rasanya seperti bisu tak bisa ngomong. Hidup tak jenak. Serasa tak menginjak bumi.

Mengenali Tanda-Tanda Tantrum Tidak Normal pada Anak, Orang Tua Harus Merespons dengan Cermat

Ponsel sudah menjadi candu. Manusia modern tak bisa lagi hidup tanpa ponsel. Ponsel ada jenis candu nomor tiga setelah rokok dan kopi atau teh. Demikian kata Jon Markman, editor independen investment newsletter Strategic Advantage, dalam tulisannya di MSN Money.

Senada dengan ini, Cris Knippers, konselor di Betty Ford Centre di Southern California, melaporkan penggunaan ponsel yang masif dan telah menjadi masalah sosial untuk puluhan ribu warga Amerika Serikat. Efek candu ponsel menyebabkan orang mengisolasi diri dari kontak langsung bahkan lari dari kenyataan hidup.

Terdengar mengerikan? Memang. Tetapi itulah kenyataannya. Ponsel telah “merampas” sebagian hidup manusia normal yang patutnya berinteraksi secara sosial dan langsung.

Bayangkan bila bangun tidur pun yang dicari pertama kali adalah ponsel. Saat hendak tidur, peribahasa baru ini wajib dijalani, “pastikan ponsel telah tertancap dengan kabel charger.” Masuk kendaraan, macet di jalan, ponsel jadi teman selingkuh paling setia. Entah sekadar untuk main games, transaksi sms ataupun menelpon teman mengusir bosan.

Bahkan di satu mailing-list yang saya ikuti, seorang ibu menuliskan kegundahannya akan perilaku sang pembantu di rumahnya. “Si Mbak di rumah tak bisa lepas dari ponsel. Memasak, menyetrika, ponsel selalu nempel dengan fasilitas handsfree,” ungkap si Ibu. Niat hatinya untuk menegur kebiasaan berponsel tak bisa karena ia kehilangan alasan setelah melihat hasil pekerjaan pembantunya rapi tanpa cela. Jadi apa yang mau ditegur ?

Fenomena ponsel murah dan pulsa hemat  kian menyelusup ke sudut-sudut dapur dan jamban rumah tangga. Pulsa sepuluh ribu rupiah cukup bagi si Mbak untuk bertelepon dengan kekasihnya di kampung, hingga berjam-jam tanpa khawatir menguras tabungan untuk mudik Lebaran.

Ponsel juga membuat malas mengingat. Segala data berupa sederet angka, jadwal harian dan berbagai dokumen penting saat ini cukup dipercayakan pada ponsel yang berfitur canggih. Tak heran bila ponsel hilang atau dicopet, resah bukan kepalang.

Bukan sekadar karena harga ponselnya, tapi lebih peduli pada daftar nama dan nomor telepon yang terekam di phone book yang menjadi andalan, serta segudang data yang sangat penting. Sekian ratus data nomor-nomor penting itu tak mungkin diingat semua di luar kepala, sehingga ponsel menjadi mesin pencari paling ampuh saat dibutuhkan.

Jumlah Pengguna vs Kapasitas Jaringan
Jumlah pengguna ponsel di Indonesia sangat besar dan akan terus membengkak. Berdasar data Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi per Agustus 2008, total pelanggan telepon seluler di Indonesia sudah mencapai 106 juta orang dengan  potensi pertumbuhan yang masih besar. Iming-iming yang menggiurkan bagi para provider. Provider baru pun berlomba mengadu nasib, memperebutkan pasar pengguna ponsel yang gemuk di Indonesia.

Persaingan pun semakin ketat. Melengkapi perang tarif, berbagai gimmick pun ditawarkan dengan cara-cara yang makin kreatif. Selain itu, harga ponsel semakin murah dengan fitur-fitur variatif. Ponsel-ponsel murah ini diburu oleh para pemilik ponsel, sebagai nomor cadangan.

Saat ini sudah lumrah bila orang memiliki lebih dari satu ponsel. Saya sendiri memiliki tiga ponsel, dua GSM dan satu CDMA. Masing-masing untuk keperluan yang berbeda. Satu untuk keperluan kantor dan nomornya tercantum di kartu nama. Ponsel kedua untuk pribadi dan satu-satunya nomor yang telah dibuka roaming internasional, yang saya perlukan bila sedang perjalanan luar negeri. Ponsel CDMA hanya saya pakai untuk jalur khusus, dan nomornya hanya dimiliki oleh satu orang saja.

Orang seperti saya tentu saja banyak. Mereka juga memiliki beberapa ponsel dengan berbagai nomor untuk keperluan yang berbeda-beda. Bahkan ketika acara grand launching VIVAnews yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, saya melihat seorang tamu hadir membawa lima ponsel di kantungnya. Bukannya mengintip, tapi saat melewati pintu pemeriksaan Paspampres, tamu tersebut terpaksa mengeluarkan semua ponselnya untuk diperiksa.

Sayangnya perang tarif dan jor-joran pulsa murah ini tak diimbangi dengan kualitas pelayanan yang juga membaik. Jumlah pengguna yang melonjak tak  seiring dengan kapasitas bandwith yang semakin besar.

Ibarat jalan raya yang biasa disesaki seratus kendaraan, sekarang disesaki seribu kendaraan tanpa pelebaran jalan barang satu jengkal pun. Tentu saja lalu lintas tersendat bahkan seringkali macet total. Kendaraan harus berebut seruas ruang untuk lewat. Tak jarang terjadi saling sikut dan senggol. Caci maki kekesalan pun tentu saja meruap dari mulut-mulut pengemudi yang putus asa.

Begitulah pengalaman berkomunikasi dengan ponsel belakangan ini. Percakapan  menggunakan ponsel harus terputus berulang kali tanpa sebab. Padahal sinyal dalam kondisi kuat, dan pulsa juga tersedia banyak. Sms pun seringkali gagal terkirim, atau dikatakan tak sampai padahal telah diterima.

Padahal si pengirim yang merasa menerima pemberitahuan gagal terpaksa mengirim berulang kali. Pemborosan pulsa tentu saja. Lain waktu, sms pun tertunda diterima oleh nomor yang dituju. Maka bila berita penting langsung saja telepon, jangan sms, daripada basi.

Meskipun kadang sms perlu dikirim lebih dahulu, karena kita tak tahu kondisi si penerima. Sedang sibuk kah? Mungkin sedang di tengah rapat, atau sedang mengemudi. Lebih baik bila sms dulu, bila berbalas barulah telepon. Menyebalkan tentu saja untuk pengguna, apalagi bila kondisi sedang genting dan benar-benar perlu berkomunikasi. Untuk apa memiliki ponsel bila tak berguna saat dibutuhkan?

Saatnya bagi operator telekomunikasi seluler untuk berbenah diri.Tahun baru 2009 ini saatnya menjadi awal pencanangan tekad untuk memberikan layanan lebih baik bagi pelanggan. Bagian marketing dan penjualan perlu digenjot untuk cari pelanggan baru sebanyak-banyaknya.

Namun demikian, dukungan pembangunan infrastruktur yang lebih reliable untuk mengimbangi tambahan pengguna harus juga dilakukan. Ini penting agar pelanggan tak kecewa, dan berpaling ke operator pesaing. Bukankah pelanggan adalah aset terbesar setiap perusahaan ?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya