Keadilan di Iran

Disiram Cairan Asam, Korban Menuntut Balas

VIVAnews - Cinta ditolak, siraman asam bertindak. Mungkin itu yang dipikirkan Majid Movahedi ketika menyiram Ameneh Bahrami dengan cairan asam pada 2004 lalu. Kini Mohavedi menghadapi hukum 'mata dibayar mata'.

Bahrami menuntut agar penyerangnya mengalami penderitaan seperti dirinya. Namun, Bahrami membantah permintaannya diajukan semata-mata untuk membalas dendam.

"Aku ingin mencegah kejadian seperti yang menimpaku terulang pada orang lain, karena jika itu terjadi aku tidak akan pernah memaafkan diriku," kata Bahrami di apartemen orang tuanya di Teheran, Iran, Kamis 19 Februari 2009, seperti dimuat laman stasiun televisi CNN.

Bahrami pertama bertemu Movahedi di tempat kuliah pada 2002. Bahrami, ketika itu berusia 24 tahun, sementara Movahedi baru 19 tahun.

Pakar Sebut Kehadiran Anies di KPU Tunjukkan Komitmen Prinsip Bernegara dan Berdemokrasi

Bahrami mengaku tidak pernah mengenal Movahedi hingga suatu hari mereka berada dalam satu kelas. Movahedi mengambil tempat sebelah Bahrami dan sengaja duduk memepet Bahrami.
"Aku menghindar namun ia terus mendekat," kata Bahrami.

Bahrami meminta Movahedi berhenti namun Movahedi hanya terdiam memandanginya. Selama dua tahun kemudian, Movahedi terus menguntit Bahrami, bahkan pemuda itu pernah menyatakan ingin menikahi Bahrami.

"Dia mengancam akan membunuhku jika aku menolak," ujar Bahrami.

Hingga akhirnya, ancaman-ancaman Movahedi menjadi nyata pada November 2004. Bahrami baru saja berjalan menuju halte bus dari perusahaan alat-alat medis tempat dia bekerja ketika dia menyadari ada yang mengikutinya.

Bahrami berbalik dan terkejut melihat Movahedi. Sedetik kemudian hanya ada rasa sakit. Movahedi mengguyurkan cairan asam ke wajah Bahrami. "Aku berteriak-teriak minta pertolongan karena wajahku terbakar," kata Bahrami.

Cairan asam itu merembes masuk rongga mata dan mulut Bahrami dan mengalir sepanjang wajahnya. Ketika Bahrami mengusap mukanya, cairan itu mengaliri tangannya. Movahedi menyerahkan diri ke polisi dua pekan setelah serangan. Ia terbukti bersalah pada 2005 dan sejak itu dipenjara.

Pengacara Bahrami Ali Sarrafi menyatakan Movahedi tidak pernah menunjukkan penyesalan. "Dia bilang melakukan serangan itu karena mencintai Bahrami," kata Sarrafi.

Hukum Iran mengatur pemberian uang pengganti kepada korban serangan namun Bahrami menolaknya. "Aku meminta agar hakim menerapkan hukum 'mata diganti mata', orang-orang seperti Movahedi harus mengalami penderitaanku juga," kata Bahrami.

Permintaan Bahrami mengundang reaksi keras dari kalangan aktivis hak asasi manusia. Pegiat laman blog juga mengutuk keputusan Bahrami ini. "Kami tidak dapat membiarkan hukuman seperti yang diminta Bahrami, itu pelanggaran hak asasi," demikian ditulis seorang blogger.

Namun pengadilan Iran mengabulkan permintaan Bahrami akhir tahun lalu. Hakim memutuskan Movahedi akan dibuat buta dengan tetesan asam di setiap mata. Bulan ini, pengadilan menolak kasasi Movahedi.

Sarrafi memperkirakan eksekusi hukuman akan dilakukan dalam beberapa pekan mendatang. Sarrafi mengegaskan kliennya tidak akan berubah pikiran.

Meski tidak mampu melihat, Bahrami mampu beraktivitas seperti orang dengan penglihatan normal. Ia bisa membuat salad, teh, dan menaiki tangga ke apartemen orang tuanya.

Bahrami telah melakukan sejumlah operasi untuk memperbaiki mukanya yang terluka. Ia mengatakan masih banyak operasi lagi yang akan ia lakukan. Bahrami mengumpulkan biaya operasi melalui internet.

Serangan Movahedi membuat Bahrami kehilangan matanya namun perempuan 31 tahun ini masih bisa tersenyum. Terutama ketika membayangkan hari pernikahannya kelak. "Aku selalu membayangkan diriku dibalut gaun pernikahan yang sangat indah, mengapa itu tidak mungkin terjadi?" kata Bahrami optimis.

Logo TikTok.

Joe Biden Sahkan Undang-undang yang Membuat Tiktok Terancam Diblokir

Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden resmi menandatangani undang-undang pemblokiran TikTok, jika ByteDance tidak bisa memenuhi syarat yang diwajibkan oleh AS.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024