Kronologi Buddha Bar Menempati Cagar Budaya

VIVAnews - Buddha Bar menempati bangunan cagar budaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Usaha hiburan itu menempati gedung eks Imigrasi yang dibangun Belanda pada 1913.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kardim Dedi Sukardi, mengatakan, Buddha Bar telah melalui perizinan sah sebelum menempati bangunan di pangkal Jalan Teuku Umar itu.

"Tak ada yang salah dalam proses pengadaan dan peruntukan Buddha Bar," ujar Kardim. "Mulai tahap pengalihan bangunan, perizinan hingga kontroversi pemakaian nama Buddha Bar semua sudah dilewati."

Gedung tua itu awalnya terbengkalai. Kusen-kusen hilang. Ornamen dinding mulai lenyap. Pada 2002, Pemerintah Provinsi DKI berinisiatif mengambil alih dari swasta seharga Rp 28 miliar. "Kami beli dengan alasan menyelamatkan gedung," ujarnya.

Setahun kemudian. Pemerintah Provinsi DKI merencanakan konservasi bangunan dengan meminta rekomendasi arsitektur ke Belanda. Konservasi pun dilakukan selama dua tahun, 2004-2006, dengan anggaran Rp 5,1 miliar.

Tahun 2007 mulai dibahas pemanfaatan gedung dan ditawarkan ke swasta. Beberapa rekanan masuk, salah satunya PT Nireta Vista Creative, pengelola Buddha Bar.

Pada 6 Juni 2007, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memaparkan sejumlah perusahaan yang berniat menyewa bangunan tua itu kepada Fauzi Bowo yang kala itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI.

Fauzi Bowo setuju dengan konsep yang ditawarkan PT Nireta Vista Creative. Menjadikan gedung eks-Imigrasi sebagai galeri budaya dan restoran sebagai pendukung. Perusahaan pengelola Buddha Bar itu mendapat angka tertinggi yang dipercaya untuk mengelola gedung.

Kontrak sewa bangunan cagar budaya pun dibuat dengan PT Nireta Vista Creative. Nilai kontrak mencapai Rp 867 juta per tahun dalam jangka sewa lima tahun. "Setelah dikelola PT Nireta, bangunan itu sempat direnovasi lagi dengan biaya dari mereka senilai Rp 100 miliar," tutur Kardim.

Gedung tua di pangkal Jalan Teuku Umar itu dibangun seorang arsitek Belanda, Pieter Adriaan Jacobus Moojen. Gedung itu semula digunakan sebagai gedung Lingkaran Seni Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indische Kunstkring).

Tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, gedung itu dikuasai Pemerintah RI dan dijadikan kantor Imigrasi hingga 1997. Bangunan itu sempat menjadi 'rumah hantu' sebelum akhirnya difungsikan sebagai Buddha Bar.

Honda Brio dan Kijang Innova Kalah Laku dari Mobil Ini
Shin Tae-yong

Serangan Balik Shin Tae-yong ke Pemain Vietnam: Dia Tidak Bisa Baca

Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong buka suara terkait ucapan pemain Vietnam yang membandingkan pemain diaspora Indonesia dengan pemain Belanda.

img_title
VIVA.co.id
19 Maret 2024